salam

Jumat, 25 Desember 2009

Hapuslah Air Mata di Pipi, Hilangkan Lara di Hati

Muslimah

Hapuslah Air Mata di Pipi, Hilangkan Lara di Hati


Kegelisahan, kedukaan dan air mata adalah bagian dari sketsa hidup di dunia. Tetesan air mata yang bermuara dari hati dan berselaputkan kegelisahan jiwa terkadang memilukan, hingga membuat keresahan dan kebimbangan.

Kedukaan karena kerinduan yang teramat sangat dalam menyebabkan kepedihan yang menyesakkan rongga dada. Jiwa yang rapuh pun berkisah pada alam serta isinya, bertanya, dimanakah pasangan jiwa berada. Lalu, hati menciptakan serpihan kegelisahan, bagaikan anak kecil yang hilang dari ibunya di tengah keramaian.



Keinginan bertemu pasangan jiwa, bukankah itu sebuah fitrah? Semua itu hadir tanpa disadari sebelumnya, hingga tanpa sadar telah menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan. Sebuah fitrah pula bahwa setiap wanita ingin menjadi seorang istri dan ibu yang baik ketimbang menjalani hidup dalam kesendirian. Dengan sentuhan kasih sayang dan belaiannya, akan terbentuk jiwa-jiwa yang sholeh dan sholehah.

Duhai...
Betapa mulianya kedudukan seorang wanita, apalagi bila ia seorang wanita beriman yang mampu membina dan menjaga keindahan cahaya Islam hingga memenuhi setiap sudut rumahtangganya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala pun telah menciptakan wanita dengan segala keistimewaannya, hamil, melahirkan, menyusui hingga keta'atan dan memenuhi hak-hak suaminya laksana arena jihad fii sabilillah. Karenanya, yakinkah batin itu tiada goresan saat melihat pernikahan wanita lain di bawah umurnya? Pernahkah kita menyaksikan kepedihan wanita yang berazam menjaga kehormatan diri hingga ia menemukan kekasih hati? Dapatkah kita menggambarkan perasaannya yang merintih saat melihat kebahagiaan wanita lain melahirkan? Atau, tidakkah kita melihat kilas tatapan sedih matanya ketika melihat aqiqah anak kita?

Letih...
Sungguh amat letih jiwa dan raga. Sendiri mengayuh biduk kecil dengan rasa hampa, tanpa tahu adakah belahan jiwa yang menunggu di sana.

Duhai ukhti sholehah...
Dalam Islam, kehidupan manusia bukan hanya untuk dunia fana ini saja, karena masih ada akhirat. Memang, setiap manusia telah diciptakan berpasangan, namun tak hanya dibatasi dunia fana ini saja. Seseorang yang belum menemukan pasangan jiwanya, insya Allah akan dipertemukan di akhirat sana, selama ia beriman dan bertaqwa serta sabar atas ujian-Nya yang telah menetapkan dirinya sebagai lajang di dunia fana. Mungkin sang pangeran pun tak sabar untuk bersua dan telah menunggu di tepi surga, berkereta kencana untuk membawamu ke istananya.

Keresahan dan kegelisahan janganlah sampai merubah pandangan kepada Sang Pemilik Cinta. Kalaulah rasa itu selalu menghantui, usah kau lara sendiri, duhai ukhti. Taqarrub-lah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kembalikan segala urusan hanya kepada-Nya, bukankah hanya Ia yang Maha Memberi dan Maha Pengasih. Ikhtiar, munajat serta untaian doa tiada habis-habisnya curahkanlah kepada Sang Pemilik Hati. Tak usah membandingkan diri ini dengan wanita lain, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala pasti memberikan yang terbaik untuk setiap hamba-Nya, meski ia tidak menyadarinya.

Usahlah dirimu bersedih lalu menangis di penghujung malam karena tak kunjung usai memikirkan siapa kiranya pasangan jiwa. Menangislah karena air mata permohonan kepada-Nya di setiap sujud dan keheningan pekat malam. Jadikan hidup ini selalu penuh dengan harapan baik kepada Sang Pemilik Jiwa. Bersiap menghadapi putaran waktu, hingga setiap gerak langkah serta helaan nafas bernilai ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tausyiah-lah selalu hati dengan tarbiyah Ilahi hingga diri ini tidak sepi dalam kesendirian.

Bukankah kalau sudah saatnya tiba, jodoh tak akan lari kemana. Karena sejak ruh telah menyatu dengan jasad, siapa belahan jiwamu pun telah dituliskan-Nya.

Sabarlah ukhti sholehah...
Bukankah mentari akan selalu menghiasi pagi dengan kemewahan sinar keemasannya. Malam masih indah dengan sinar lembut rembulan yang dipagar bintang gemintang. Kicauan bening burung malam pun selalu riang bercanda di kegelapan. Senyumlah, laksana senyum mempesona butir embun pagi yang selalu setia menyapa.

Hapuslah air mata di pipi dan hilangkan lara di hati. Terimalah semua sebagai bagian dari perjalanan hidup ini. Dengan kebesaran hati dan jiwa, dirimu akan menemukan apa rahasia di balik titian kehidupan yang telah dijalani. Hingga, kelak akan engkau rasakan tak ada lagi riak kegelisahan dan keresahan saat sendiri.

Semoga. Wallahua'lam bi shawab.

*MERENGKUH CINTA DALAM BUAIAN PENA*
Al-Hubb Fillah wa Lillah,
Penulis: Abu Aufa

Catatan: Tulisan ini adalah hasil editing dari tulisan lamanya Abu Aufa yang berjudul Usah Kau Lara Sendiri.
Abu Aufa : (Penulis buku Diari Kehidupan 2, telah diterbitkan oleh PT Syaamil Cipta Media, Bandung, 2004)


kafemuslimah.com






kritik dan saran : key_key@rikpamail atau jampang@cicadas
Read MorE...

Menjadi Pribadi Yang Bijak
Oleh : KH Abdullah Gymnastiar


Bismillaahirrahmanirrahiim,

Satu ciri ketakwaan seseorang kepada Allah adalah sifat bijak dalam kehidupannya. Yaa Ayyuhan naasu innaa khalaqnaakum min dzakariw wa untsa wa ja'alnaakum syu'uubaw waqabaa-ila li ta'aarafuu inna akramakum'indallahi atqaakum innallaha 'aliimun khabiir (Qs.Al-Hujuraat ayat 13). "Hai sekalian manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah yang lebih taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti".

Ciri orang yang bertaqwa adalah dia merupakan orang yang bijaksana. Pertanyaan pertama ketika kita bercermin adalah apakan diri ini sudah bijak, jika jawabannya belum maka jadikanlah hal ini sebagai sebuah cita-cita.



Jika ada yang mengatakan rindu pemimpin yang bijak, jika kita mengatakan bahwa bangsa ini krisis keteladanan, maka jangan mencari teladan karena susah untuk ditemukan, untuk itu yang paling mudah adalah menjadikan kita sebagai tauladan paling tidak untuk keluarga, janganlah menuntut untuk mendapatkan presiden yang bijak karena akan susah untuk didapat, karena itu yang dapat kita lakukan adalah menuntut diri kita sendiri. Orang yang bijaksana itu merupakan suatu keindahan tersendiri, misalkan ketika menjadi seorang guru yang bijak biasanya sangat disukai oleh murid-muridnya. Seorang pemimpin yang bijak biasanya ia disegani oleh kawan maupun lawan, jika orang tua bijaksana maka akan dicintai oleh anak-anaknya.

Pada dasarnya kebijakan ini tidak susah untuk dimiliki. Ud'u illa sabiili rabbika bil hikmati wal mau 'izhatil hasanati, wa jaadilhum billatii hiya ahsanu inna rabbaka huwa'alamu bi man dhalla 'an sabilihii wa huwa a'lamu bil muhtadiin. Artinya: "Serulah kepada jalan (agama) Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara sebaik-baiknya, sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang sesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk".

Sumber kearifan dan kebijaksanaan dapat datang dari :

Sikap hidupnya yang siddiq yaitu orang yang sangat menyukai kebenaran, sekuat tenaga hidupnya berusaha berbuat benar dan selalu ingin membuat orang menjadi benar, semangat didalam hati akan cinta terhadap kebenaran, istiqomah dalam kebenaran dan ingin orang juga memiliki sikap yang benar maka hal tersebutlah yang membuat orang menjadi bijaksana.



Sikap hidup yang amanah, rasa tanggung jawab karena hidup yang hanya sekali dan ingin mempertanggung jawabkan hidup ini baik sebagai anak, ayah, orang tua, anggota masyarakat, sikap amanah ini timbul dari dalam jiwa kita.



Sikap hidup Fathonah, berwawasan luas, berilmu luas jadi begitu banyak pilihan sikap yang merupakan buah dari kecerdasan.



Sikap hidup yang Tabligh adalah dapat menyampaikan sesuatu dengan baik kebenaran. Sehingga menyebabkan mendapatkan sesuatu yang diinginkan tanpa merusak tatanan yang ada.

Bagaimana Cara Menjadi Orang Yang Bijak



Tidak Emosional, hal itu berarti orang yang temperamental, mudah marah, meledak-ledak, gampang tersinggung, sulit menjadi bijaksana dan hanya dapat menjadi bijak dengan pertolongan Allah dan kegigihan usaha untuk berubah, jadi orang yang bijak adalah orang yang terampil mengendalikan diri. Berhati-hatilah jika kita termasuk orang yang mudah marah maka jika bertindak biasanya cenderung tergesa-gesa. Orang-orang yang emosional tersinggung sedikit akan sibuk membela diri dan membalas menyerang, ini tidak bijaksana karena yang dicari adalah kemenangan pribadi bukan kebenaran itu sendiri.



Tidak egois, orang yang egois jelas tidak akan dapat menjadi bijak, karena bijak itu pada dasarnya ingin kemaslahatan bersama, orang yang egois biasanya hanya menginginkan kebaikan untuk dirinya sendiri. Rasulullah selalu hidup dalam pengorbanan, begitu pula Indonesia dapat merdeka oleh orang-orang yang berjuang penuh pengorbanan. Orang yang bijak adalah orang yang mau berkorban untuk orang lain bukan mengorbankan orang lain untuk kepentingan dirinya sendiri.



Suka cinta dan rindu pada nasihat, akan sangat bodoh jika kita masuk hutan tanpa bertanya kepada orang yang tahu mengenai hutan. Jika kita di beri nasihat seharusnya kita berterima kasih. Jika kita tersinggung karena di sebut bodoh maka seharusnya kita tersinggung jika disebut pintar karena itu tidak benar. Jika kita alergi terhadap kritik, saran, nasehat atau koreksi maka kita tidak akan bisa menjadi orang yang bijak. Jika seorang pemimpin alergi terhadap saran atau nasehat, bahkan memusuhi orang yang mengkritik, maka dia tidak akan pernah bisa memimpin dengan baik.



Memiliki kasih sayang terhadap sesama, Rasa sayang yang ada diharapkan tetap berpijak pada rambu-rambu yang ada seperti ketegasan. Diriwayatkan bahwa orang yang dinasehati oleh Rasulullah secara bijak berbalik menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Orang-orang yang bijak akan sayang terhadap sesama. Berbeda dengan orang-orang yang hidup penuh dengan kebencian, dimana kepuasan bathinnya adalah menghancurkan orang lain. Pemimpin sebaiknya memiliki kasih sayang yang berlimpah tidak hanya pada waktu kampanye saja. Kasih sayangnya juga tidak hanya untuk satu pihak atau kelompok melainkan merata untuk semua golongan.



Selalu berupaya membangun, Orang yang bijak tidak hanyut oleh masa lalu yang membuat lumpuh tetapi selalu menatap ke depan untuk memperbaiki segalanya. Orang yang bijak akan membangkitkan semangat orang yang lemah, menerangi sesuatu yang gelap. Jika melihat orang yang berdosa, maka ia akan bersemangat untuk mengajak orang tersebut untuk bertaubat. Orang yang bijak ingin membuat orang maju dan sangat tidak menyukai kehancuran dan kelumpuhan kecuali bagi kebathilan. Semangat orang yang bijak adalah semangat untuk maju tidak hanya untuk dirinya tetapi juga bagi orang lain disekitarnya.

Jadi yang dibutuhkan pada seorang pemimpin bijak adalah pribadi yang tidak emosional, tidak egois, penuh kasih sayang, cinta akan nasihat dan memiliki semangat terus menerus untuk membangun dirinya, ummat serta bangsa ini, dia tidak akan peduli walaupun dibalik kebangkitan yang ada dia mungkin akan tenggelam. Pemimpin yang bijak tidak peduli akan popularitas dan tidak peduli dengan adanya pujian manusia karena kuncinya adalah ketulusan dan tidak mengharapkan apapun dari yang telah di lakukan, adalah tidak akan bisa bijak jika kita mengharapkan sesuatu dari apa yang kita lakukan. Kita hanya akan menikmati sikap bijak jika kita bisa memberikan sesuatu dari rizki kita, bukannya mengharapkan sesuatu dari yang kita kerjakan.

Alhamdulillaahirobbil’alamin.

----------------------------------------------------------------------------
Sumber: Buletin InfoDT Jakarta - No.13/Tahun IV/Agustus 2004
Rangkuman Pengajian Majelis Manajemen Qolbu, Masjid Istiqlal, Ahad 8 Agustus 2004. - Humas DT Jakarta -
Read MorE...

Fisika + Kimia = Kenyataan Gaib

Harun Yahya

Fisika + Kimia = Kenyataan Gaib

Untuk membayangkan bahwa materi memiliki wujud di luar otak adalah tipuan belaka. Penampakan yang kita saksikan sangat mungkin berasal dari sumber tiruan.

Hal ini dapat dipahami dengan contoh berikut. Pertama-tama, marilah kita anggap kita dapat mengeluarkan otak dari tubuh kita dan menjaganya agar tetap hidup dalam sebuah toples kaca. Lalu kita ambil komputer dengan beragam informasi yang dapat direkam di dalamnya. Terakhir, marilah kita masukkan sinyal-sinyal listrik dari semua data yang dapat memunculkan situasi seperti gambar, suara dan rasa ke dalam komputer ini.

Marilah kita hubungkan komputer ini dengan pusat penginderaan dalam otak kita menggunakan kabel elektroda, dan mengirim data yang telah terekam ke otak kita. Di saat otak kita merasakan sinyal-sinyal ini, ia akan melihat dan hidup dalam situasi yang dimunculkan sinyal-sinyal ini.



Dari komputer ini, kita juga dapat mengirim ke otak kita sinyal-sinyal tentang gambaran diri kita. Misalnya, kita dapat mengirim ke otak kita sinyal-sinyal yang berhubungan dengan indera penglihatan, pendengaran dan peraba yang kita rasakan ketika kita duduk di kursi. Dalam keadaan ini, otak kita akan menganggap dirinya sebagai seorang pebisnis yang sedang duduk di kantornya.

Dunia bayangan ini akan berlangsung selama rangsangan terus-menerus datang dari komputer tersebut. Kita tak pernah menyadari bahwa kita hanya terdiri dari otak.

Sungguh sangat mudah kita terkecoh dan mempercayai penampakan, yang tanpa disertai wujud materi, sebagai hal yang nyata. Inilah yang sebenarnya terjadi dalam mimpi kita.

Bagi anda, sesuatu yang nyata adalah segala yang dapat disentuh dengan tangan dan dilihat dengan mata. Dalam mimpi, anda dapat pula menyentuh dengan tangan anda dan melihat dengan mata anda, namun pada kenyataannya anda tidak memiliki tangan atau mata, tidak ada pula sesuatupun yang dapat disentuh atau dilihat. Sehingga, ketika mempercayai apa yang anda rasakan dalam mimpi sebagai keberadaan secara materi, anda telah tertipu.

Sebagai contoh, seseorang yang tidur pulas di pembaringannya dapat melihat dirinya berada dalam dunia yang sama sekali berbeda dalam mimpinya. Ia mungkin bermimpi bahwa ia seorang pilot dan menjadi komandan pesawat raksasa, dan ia bekerja sangat serius mengomandani pesawat tersebut. Padahal orang ini tidak beranjak selangkah pun dari tempat tidurnya.

Dalam mimpinya, ia mungkin berada pada sejumlah keadaan yang berbeda dan bertemu kawan, berbicara dengan mereka, makan dan minum bersama. Kendatipun sekedar penampakan yang tidak memiliki wujud materi, pengalaman dalam mimpi ini terasa sama sekali nyata. Hanya ketika bangun dari mimpinya ia kemudian menyadari bahwa semua ini hanyalah penampakan.

Jika kita dapat dengan mudah hidup dalam dunia semu mimpi kita, maka hal yang sama dapat berlaku pada dunia yang kini kita huni.

Ketika kita terbangun dari mimpi, tidak ada alasan logis untuk tidak berpikir bahwa kita telah memasuki mimpi yang lebih panjang yang kita sebut kehidupan nyata. Alasan kita menganggap mimpi kita sebagai khayalan, sedangkan dunia sebagai alam nyata, hanyalah akibat kebiasaan dan prasangka kita.

Ini menunjukkan bahwa mungkin saja terbangun dari kehidupan di bumi yang kita anggap sedang kita jalani saat ini, persis sebagaimana ketika kita terbangun dari mimpi.

Setelah semua kenyataan materi ini terungkap, kini muncul pertanyaan yang paling penting. Jika peristiwa di alam materi yang kita ketahui pada hakikatnya adalah sekedar penampakan, bagaimana dengan otak kita? Oleh karena otak kita adalah materi sebagaimana lengan kita, kaki, atau benda lain, ia mestinya juga sekedar penampakan sebagaimana semua benda lainnya.

Contoh lain akan lebih menjelaskan hal ini. Marilah kita anggap bahwa kita memanjangkan syaraf-syaraf yang menuju ke otak kita dan meletakkan otak tersebut di luar kepala kita sehingga kita dapat melihatnya dengan mata kita. Pada keadaan ini, kita akan dapat melihat otak kita dan menyentuhnya dengan jari-jari kita. Dengan demikian kita dapat memahami bahwa otak kita juga tidak lebih dari sebuah penampakan yang dibentuk oleh indera penglihatan dan peraba.

Lalu, kehendak apakah yang melihat, mendengar dan merasakan semua indera yang lain jika bukan otak? Siapakah dia yang melihat, mendengar, meraba dan merasakan rasa dan bau? Siapakah wujud ini, yang berpikir, beralasan, memiliki perasaan dan bahkan berkata ''Saya adalah saya''?

Salah seorang pemikir terkemuka abad ini Karl Pribram juga memiliki pertanyaan yang sama:

Sejak jaman Yunani, para filsuf telah memikirkan tentang 'hantu di dalam mesin', 'manusia kecil dalam manusia kecil' dan lain sebagainya. Dimanakah 'saya', seseorang yang menggunakan otaknya? Siapakah dia yang melakukan perbuatan mengetahui? Sebagaimana perkataan Saint Francis dari Assisi: 'Apa yang kita cari adalah sesuatu yang melihat (Ken Wilber, Holographic Paradigm, hal. 37)

Ternyata, wujud gaib yang menggunakan otak, yang melihat dan merasakan ini adalah ruh. Apa yang kita sebut dengan alam materi adalah sekumpulan penampakan yang dilihat dan dirasakan oleh ruh ini. Sebagaimana tubuh yang kita punyai dan alam materi yang kita lihat dalam mimpi tidak memiliki wujud fisik, alam semesta yang kita tempati dan tubuh yang kita miliki saat ini juga tidak memiliki wujud fisik.

Begitulah, kendatipun kita memulai dengan anggapan bahwa materi adalah nyata, hukum-hukum fisika, kimia dan biologi, semuanya menghantarkan kita pada kenyataan bahwa materi terbentuk dari khayalan; dan pada kenyataan pasti tentang adanya wujud gaib.

Jadi, siapakah yang menjadikan ruh kita melihat tanah, manusia, tumbuhan, tubuh kita dan segala hal lain yang kita lihat? Sangat jelas bahwa ada Pencipta Maha Agung.

Wujud absolut sesungguhnya Allah. Segala sesuatu selain-Nya hanyalah bayangan yang Dia ciptakan. Kenyataan ini dijelaskan oleh ulama besar Islam Imam Rabbani sebagaimana berikut:

Allah 'Materi pembentuk wujud-wujud yang Dia ciptakan ini hanyalah ketiadaan'. Dia menciptakan segalanya di dunia indra dan khayalan. Keberadaan alam semesta adalah di dunia indra dan khayalan, dan ia bukanlah materi. Pada kenyataannya, tiada sesuatu pun di alam luar kecuali Wujud Yang Maha Suci, (Dialah Allah) (Imam Rabbani Hz. Mektuplari (Letters of Rabbani), Vol.II, 357. Letter, p.163)

Di semua empat penjuru jagat raya yang terbentuk oleh beragam penampakan adalah Wujud Allah sebagai wujud nyata satu-satunya. Karenanya, wujud paling dekat kepada manusia adalah Allah. Fakta ini dijelaskan dalam Alqur'an dengan ayat, Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya (Surah Qaf: 16)

Dimanapun kita berada, Allah bersama kita. Ketika anda membaca tulisan ini, wujud terdekat dengan anda adalah Allah yang menciptakan segala sesuatu yang anda lihat setiap saat.

Selama Allah menjadikan kita melihat gambar dan merasakan apa yang ada di dunia ini, kita akan terus hidup di dunia ini. Ketika ia menghentikan gambar dan cita rasa tentang dunia ini, lalu menampakkan malaikat maut kepada kita dan memberikan penampakan tentang dimensi yang berbeda, ini berarti kita telah meninggal dunia. Hari Kebangkitan, Penghisaban, Surga, Neraka dan semua kehidupan abadi akan diciptakan dengan cara yang sama untuk kita.





republika



kritik dan saran ke key_key@rikpamail atau jampang@cicadas
Read MorE...

Kebesaran Allah pada Planet Bumi

Harun Yahya

Kebesaran Allah pada Planet Bumi

Pernahkan anda berpikir bahwa setiap sesuatu diciptakan untuk manusia saja?

Ketika seseorang yang beriman kepada Allah mengamati segala sesuatu beserta sistem yang ada -- hidup ataupun tak hidup -- yang ada di jagad raya dengan menggunakan mata yang penuh perhatian, ia melihat bahwa segalanya telah diciptakan untuk manusia. Ia mengetahui bahwa tak satupun yang muncul dan menjadi ada di dunia secara kebetulan. Namun diciptakan Allah dalam keadaan yang sangat sesuai untuk kehidupan manusia.

Misalnya, dari dulu hingga sekarang manusia dapat bernapas tanpa susah payah di setiap saat. Udara yang ia hirup tidak membakar saluran hidungnya, tidak membuatnya mabuk ataupun sakit kepala. Komposisi unsur-unsur ataupun senyawa-senyawa gas dalam udara telah ditetapkan dalam jumlah yang paling sesuai untuk tubuh manusia.


Seseorang yang memikirkan hal ini teringat akan hal lain yang sangat penting: seandainya kadar oksigen dalam atmosfer sedikit lebih atau kurang dari yang ada sekarang, dalam dua keadaan tersebut kehidupan akan hancur. Ia lalu ingat betapa susahnya bernapas ketika berada dalam tempat yang tidak mengandung udara.

Ketika seorang yang beriman terus-menerus memikirkan masalah ini, ia akan selalu bersyukur kepada Tuhannya. Ia melihat bahwa atmosfir bumi dapat saja dibuat sedemikian rupa sehingga membuatnya susah untuk bernapas sebagaimana banyak planet-planet yang lain.

Namun tidak demikian kenyataannya: atmosfer bumi diciptakan dalam keseimbangan dan keteraturan yang demikian sangat sempurna sehingga membuat jutaan manusia bernapas tanpa susah payah.

Seseorang yang tiada henti memikirkan tentang planet dimana ia hidup, menyadari betapa pentingnya air yang diciptakan Allah untuk kehidupan manusia. Kemudian ia pun berpikir: manusia pada umumnya paham tentang pentingnya air hanya ketika mereka kekurangan air dalam waktu yang lama.

Air adalah substansi yang kita butuhkan setiap saat dalam hidup kita. Misalnya, sebagian besar dari sel-sel tubuh, dan darah yang menjangkau setiap bagian kecil dari tubuh kita tersusun atas air. Jika tidak demikian, maka fluiditas darah akan berkurang dan darah akan sangat sulit mengalir di dalam pembuluh vena. Fluiditas air tidak hanya penting bagi tubuh kita akan tetapi juga untuk tumbuh-tumbuhan. Air mampu menjangkau bagian yang paling ujung dari daun dengan melalui pembuluh-pembuluhnya yang halus seperti benang.

Massa air yang sangat besar di lautan menjadikan bumi kita tempat yang dapat didiami. Jika proporsi lautan di bumi menjadi lebih kecil dari daratan, di mana-mana akan berubah menjadi gurun yang tidak memungkinkan adanya kehidupan.

Seseorang yang sadar dan berpikir tentang hal ini akan benar-benar yakin bahwa adanya keseimbangan yang begitu sempurna di bumi sudah pasti bukanlah sebuah kebetulan. Setelah menyaksikan dan memikirkan fenomena tersebut, akan tampak bahwa segala sesuatu diciptakan dengan sebuah tujuan oleh Pencipta yang Maha Tinggi dan Pemilik Kekuatan yang Abadi.

Di samping itu, ia juga sadar bahwa contoh-contoh yang telah ia pikirkan sebagaimana di atas sangatlah terbatas. Sungguh, tidaklah mungkin untuk menyebutkan jumlah seluruh contoh-contoh yang berkenaan dengan keseimbangan yang sempurna di bumi.

Bagi orang yang berpikir, ia akan dapat dengan mudah menyaksikan keteraturan, kesempurnaan dan keseimbangan yang terlihat jelas di setiap sudut jagad raya, dan dengannya mencapai suatu kesimpulan bahwa segala sesuatu diciptakan Allah untuk manusia.

Allah berfirman dalam Al Quran: Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir. (QS. Al-Jaatsiyah, 45: 13)





republika



kritik dan saran ke key_key@rikpamail atau jampang@cicadas
Read MorE...

Jumat, 18 Desember 2009

Godaan Dunia

Godaan Dunia
Oleh : Mulyana

Rasulullah SAW bersabda, ''Tidak ada seorang pun yang berjalan di air kecuali tumitnya pasti basah. Demikian pula orang yang memiliki duniawi, ia tidak bisa selamat dari dosa-dosa.'' (HR Baihaqi dari Anas).

Hadis di atas merupakan peringatan bagi kita bahwa dunia, seperti kekayaan/harta, keluarga atau, jabatan-yang kita miliki dan kuasai akan menjerumuskan kita kepada kehancuran dan dosa jika tidak pandai dalam menyikapinya. Bahkan, di hari kiamat kelak kekayaan yang tidak dikeluarkan zakat dan sedekahnya akan dikalungkan.


Perhatikan peringatan Allah dalam firman-Nya, ''Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allahlah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.'' (QS 3: 180).

Paling tidak ada tiga hal yang harus kita lakukan agar kita tidak terlena oleh godaan dunia. Pertama, kita harus menyadari bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara, dan kehidupan akhiratlah yang kekal. Dalam kaitan ini Allah menerangkan, ''Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.'' (QS 57: 20).

Kedua, menyadari bahwa apa pun yang kita miliki merupakan amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Yang Maha Adil dan Bijaksana. Kesadaran ini berdampak pada timbulnya sikap untuk selalu menjaga dan menunaikan hak-haknya dari apa yang kita miliki, seperti mengeluarkan zakat dan sedekahnya.

Allah berfirman, ''Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'' (QS 9: 103). Ketiga, sederhanalah dalam kehidupan. Kesederhanaan mengajarkan kita untuk selalu dapat mensyukuri setiap karunia yang Allah berikan. Kesederhanaan pun mengajari kita untuk tidak serakah.

Rasulullah menjelaskan keuntungan dari hidup sederhana dalam sabdanya, ''Barang siapa yang sederhana terhadap dunia, maka Allah mengajarkannya sesuatu yang tanpa belajar, dan memberinya petunjuk tanpa hidayah secara langsung dan telah menjadikannya melihat, dan Allah membukakan daripadanya kebutaan.'' (HR Abu Na'im dari Ali). Wallahu a'lam bishawab.




republika : Kamis, 25 Nopember 2004



kritik dan saran ke key_key@rikpamail atau jampang@cicadas
Read MorE...

amanah dan janji

Amanah dan Janji
Oleh : Suprianto


''Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak memegang janji.'' (HR Ahmad dan Al-Bazzaar).

Hadis di atas, walaupun pendek, syarat makna. Rasulullah SAW mengisyaratkan satu hal yang penting, yaitu tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah. Hal ini disampaikan agar kita memperhatikan pesan Rasulullah dan kita wajib menunaikan amanah kepada yang berhak. Diperintahkan Allah SWT dalam firman-Nya, ''Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya ....'' (QS An-Nisaa': 58).

Ini berarti bahwa yang diperintahkan Allah kepada kita adalah bukti iman, sedangkan lawannya, yaitu mengkhianati amanah, merupakan bukti kemunafikan. Dinyatakan dalam sebuah hadis, ''Ada empat hal, jika keempat-empatnya terdapat pada diri seseorang, berarti dia benar-benar murni seorang munafik, sedangkan orang yang menyimpan salah satunya, berarti terdapat pada dirinya salah satu tanda orang munafik, sampai ia meninggalkannya. Jika diberi amanah ia berkhianat, jika bicara ia berdusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika bermusuhan ia keji.'' (HR Bukhari dan Muslim).

Memenuhi janji merupakan syarat asasi bagi keberadaan iman dalam hati seorang hamba, sebagaimana disinggung dalam firman Allah mengenai sifat orang-orang mukmin, ''Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah yang (dipikulnya) dan janjinya.'' (QS al-Israa': 34).

Dalam ayat lain, ''Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpahmu itu, sesudah meneguhkannya, sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu) ....'' (QS An Nahl: 91).

Dari dua ayat di atas, hendaknya kita menunaikan amanah dan menepati janji agar kita menjadi kaum mukminin sejati. Ingatlah akan firman Allah SWT, ''(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang merugi.'' (QS Al-Baqarah: 27).

Kita harus memulai dari diri kita untuk menunaikan amanah itu agar terhindar dari sifat munafik yang disebutkan dalam hadis di atas. Terlebih apabila kita menjadi pemimpin baik untuk diri sendiri, keluarga, apalagi pemimpin masyarakat. Mulai dari yang terendah sampai pemimpin negara, mereka harus memegang teguh pendirian bahwa kepemimpinan itu merupakan amanah dari Allah. Kesadaran ini akan membawanya kepada tanggung jawab atas kepemimpinannya itu. Wallahu a'lam bish shawab.





republika : Sabtu, 20 Nopember 2004



kritik dan saran ke key_key@rikpamail atau jampang@cicadas
Read MorE...

membangun smangat baru

Membangun Semangat Baru
Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

Cyber MQ - Maha Suci Allah, dzat yang memiliki segalanya. Maha Cermat dan Maha Sempurna, sehingga Ia sama sekali tidak membutuhkan apapun dari hamba-hambanya. Tidak ada kepentingan dan manfaat yang kita berikan, karena Allah secara total dan Maha Sempurna telah mencukupi diri-Nya sendiri. Saudara-saudaraku yang baik, kita tahu bahwa negeri kita ini sudah terlalu banyak dilanda bala bencana, tetapi Insya Allah akan datang suatu masa dimana negeri ini akan bangkit menjadi negeri yang terhormat. Syaratnya adalah :


Kita harus mempunyai semangat, kalau selama ini bangsa kita menjadi babak belur, itu semua bukan karena miskin alamnya, tapi karena miskin hatinya, apa contohnya? Kita ini pelit sekali untuk senyum kepada orang lain dan pelit sekali untuk memaafkan orang lain. Maka jikalau saudara-saudaraku setuju maka Tahun 2005 ini akan kita coba jadikan menjadi tahun akur bagi kita semua. Jangan ada lagi pertengkaran, karena buat apa? tidak menghasilkan sesuatu yang berguna, sungguh sedih rasanya melihat negara yang kaya seperti ini bisanya hanya berkelahi. Oleh karena itu kita butuh para pemimpin yang senang akur, kita butuh orang-orang pintar yang bisa akur dan kita butuh juga rakyat yang mau akur. Insya Allah.

Kita harus mempunyai percaya diri, tahun 2005 ini kita harus mau menjadi orang yang punya percaya diri. Lihatlah sebagian saudara kita di luar negeri yang malu mengaku dirinya sebagai orang Indonesia, kemudian ada juga sebagian orang yang malu mengaku dirinya sebagai muslim. Percayalah, kalau kita sudah kehilangan percaya diri maka siapa lagi yang mau menghargai diri sendiri? Oleh karena itu agar negara ini bisa makmur dan maju rahasianya adalah jangan pernah minder dan jangan pernah malu sebagai orang Indonesia karena kita adalah bangsa yang besar. Memang kita sekarang sedang diuji dengan keadaan terpuruk seperti saat ini, tetapi kalau kita mau bersatu, Insya Allah bangsa ini akan bangkit!

Kita harus memiliki ketaatan kepada Allah, ingat baik-baik, kita adalah negara yang amat besar dan alamnya sangat kaya. Orang lain untuk menanam pohon membutuhkan waktu 20 tahun tapi di negeri ini hanya membutuhkan waktu 10 tahun, karena sinar mataharinya melimpah ruah, hujan airnya melimpah ruah bahkan kadang-kadang menjadi banjir. Tetapi kenapa terjadi juga banyak bala bencana, longsor, musibah, narkotik, korupsi, segala musibah bertumpuk dinegeri kita ini, Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.

Saudaraku, mungkin penyebabnya adalah bisa jadi karena selama ini kita sangat sombong dan meremehkan Allah yang menguasai langit dan bumi. Kita merasa hebat, padahal siapa yang hebat? Tidak ada manusia yang hebat, bukankah manusia asalnya dari setetes mani ujungnya jadi bangkai kemana-mana bawa kotoran? Siapa yang hebat di Indonesia? Tidak ada yang hebat, yang hebat adalah kalau kita bisa menggiring masyarakat kita untuk taat pada Allah yang menguasai langit dan bumi. Semoga kita senantiasa memperbaiki diri, dan Insya Allah. Allah akan memberikan yang terbaik pula bagi hambanya.

Saudaraku, Rasulullah sendiri pernah bersabda : "Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling mulia akhlaknya". (HR. Tirmidzi). Dengan demikian, akhlaqul karimah tak diragukan lagi merupakan tolak ukur yang paling utama, maka, kita pun dapat bercermin pada diri sendiri, adakah kita telah layak menjadi insan pilihan-Nya. Marilah bertafakur karena siapa tahu kita saat ini tengah menempuh suatu jalan yang dapat mengantarkan kita untuk dapat menggapai mahkota kemuliaan, atau sebaliknya, tengah menuruni lembah menuju kehinaan. Wallahu a'lam.


--------------------------------------------------------------------------------
Cyber MQ - Situs Resmi Manajemen Qolbu
© ManajemenQolbu.com »» 2005
Read MorE...

fakta diet yang kliru

Fakta Diet yang Keliru


Demi menurunkan bobot badan, banyak orang yang gigih berdiet. Sayangnya karena kurang informasi, banyak cara diet yang salah dipilih. Hasilnya, perjuangan menahan lapar hanya sia-sia atau malah bikin anda tambah gemuk. Waduh!

Diet selain untuk menguruskan badan, belakangan ini sudah berkembangan menjadi gaya hidup. Terutama di kalangan wanita banyak sekali mitos diet yang beredar dari mulut ke mulut. Hmm, sayang nggak semuanya benar.

Menurunkan kalori secara drastis akan membuat berat badan cepat turun

Ketika anda mengurangi kalori terlalu drastis tubuh anda akan merespon dengan cepat. Tubuh anda akan 'mengira' anda sedang kelaparan. Ketika itu terjadi tubuh anda akan memperlambat fase metabolisme untuk menjaga berat tubuh. Jika demikian malah berat badan semakin sulit susut.

Semakin ketat diet maka akan semakin berhasil

Orang yang sedang diet ketat seringkali hanya memakan satu jenis makanan saja. Misalnya hanya makan sup, salad, atau jus buah pada waktu makan siang. Pengurangan makanan secara drastis itu akan membuat diet semakin tidak efektif. Pengurangan makanan membuat tubuh anda cepat lelah dan cepat menyerah pada diet. Ujungnya, anda malah melakukan 'pembalasan' dengan makan sebanyak-banyaknya.

Makanan Favorit yang tidak sehat harus dijauhi

Siapa yang tak senang diberi hadiah. Makanan favorit bisa jadi hadiah yang akan memberi motivasi. Dari pada 'ngidam' dan akhirnya malah kebablasan, lebih baik hadiahkan makanan favorit atas usaha diet anda sekali-sekali. Diet yang rasional dan tidak terlalu ekstrim adalah kunci sukses mengurangi berat badan yang akan bertahan lama.

Makan di malam hari akan semakin menambah berat badan

Selalu menghitung jumlah makanan yang masuk malah akan membuat anda stress. Kuncinya adalah keseimbangan. Berapapun kalori yang masuk, asal diimbangi dengan pengeluaran yang seimbang tidak akan membuat tubuh menggelembung. Setelah makan malam di mall, coba jalan-jalan selama satu jam untuk mengeluarkan sedikit kalori yang masuk tadi.

Makanan yang masuk di malam atau pagi hari, seperti dilansir ehow, Selasa (13/9/2005), tetap diproses tubuh sebagai ekstra kalori yang akan disimpan dalam bentuk lemak.

Lagipula, makan biskuit atau makanan ringan di malam hari bisa membuat tidur lebih nyenyak.

Dilarang makan di antara jam makan

Di sela antara makan siang dan makan malam, tak ada salahnya anda makan cemilan. Justru makan makanan kecil yang sehat akan membuat metabolisme anda lebih stabil. Makanan kecil juga akan membuat perut tidak terlalu lapar sehingga ketika makan malam anda tidak 'kalap'.

Lemak harus dihindari

Semua orang perlu lemak dalam tubuhnya. Selain berguna untuk tubuh, lemak membuat makanan lebih memuaskan dan menyenangkan. Beberapa lemak juga baik untuk tubuh seperti lemak omega 3 yang terdapat di ikan.

Absen makan akan bikin kurus

Seringkali ketika berdiet orang melompati jam makan. Tidak makan pagi, makan siang, atau makan malam sering dilakukan ketika sedang berdiet. Sayangnya, hal ini malah akan membuat anda tambah gemuk!

Dengan melompati jam makan, metabolisme tubuh terganggu dan anda malah akan semakin lapar. Melompati jam makan juga akan membuat kalori yang seharusnya di dapat dalam sehari berkurang. Akibatnya anda menjadi lemas dan enggan beraktivitas. Nah, karena itu sebenarnya makan tepat pada waktunya justru sangat membantu usaha penurunan berat badan.

Menghindari produk susu

Dengan diproduksinya susu low fat atau non fat anda tak perlu takut lagi untuk megkonsumsi produk-produk susu atau produk yang berasal dari susu seperti keju atau es krim. Apalagi kalsium yang terkandung dalam produk susu sangat berguna untuk tubuh. Sebuah penelitian bahkan mengatakan, mengkonsumsi kalsium yang cukup akan mendorong berkurangnya berat badan.

Semuanya tergantung motivasi

Benar banget, motivasi adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh. Tapi faktor-faktor seperti genetik, budaya, lingkungan sekitar, kesehatan, dan aktivitas juga memegang peranan yang penting. Tapi dengan diet sehat dan olahraga semua pengaruh itu bisa anda lawan.

Minum banyak air bisa bikin kurus

Minum air putih belum secara pasti terbukti dapat mengurangi berat badan. Benar memang air putih memiliki banyak manfaat tapi salah satu manfaatnya bukanlah untuk menurunkan berat badan. Jika ada sesorang yang kurus karena air putih, itu mungkin karena kebiasaannya minum jus tinggi kalori, soda, serta minuman manis lainnya digantikan dengan air putih. (fta)




idakrisnashow@yahoogroups.com
Read MorE...

Kamis, 17 Desember 2009

Bunga Cantik di Tengah Padang Rumput

Bunga Cantik di Tengah Padang Rumput

Siapa di antara anda yang belum pernah mendengar pepatah yang mengatakan “Tak kenal maka tak cinta?”. Tentu semuanya sudah pernah mendengarnya, baik pada waktu pelajaran peribahasa di Mata Ajaran Bahasa Indonesia atau dalam pergaulan sehari-hari karena pepatah ini kerap kali digunakan orang. Sekarang, malah ada sedikit perubahan dan penambahan kata dalam pepatah tersebut. Yaitu menjadi "Tak Kenal Maka TaÂ’aruf."

Berbedakah keduanya ?


Dari kedua kalimat tersebut, sebenarnya ada perbedaan arti meski hanya sedikit dan tipis sekali. Taruh sebuah permisalan. Jika anda bertemu dengan seseorang yang tidak anda kenal sama sekali, tentu anda ingin mengenalnya lebih jauh dan keinginan untuk mengenalnya itu begitu kuat muncul dalam diri anda. Anda ingin tahu siapa namanya, dimana dia tinggal, apa kegiatannya dan segala sesuatu yang menyelingkupi kehidupan teman baru anda itu. Dalam kondisi seperti ini maka pepatah ‘yang baru’ akan diterapkan, “Tak Kenal Maka TaÂ’aruf.”

Tahukah anda bahwa sebenarnya dalam proses perkenalan itu telah terjadi sebuah proses lain yang juga berkembang dalam diri kita. Yaitu sebuah proses pemilahan kelompok teman. Pada waktu kita mulai melancarkan rangkaian pertanyaan padanya tanpa kita sadari yang kita cari adalah kesamaan dan kesesuaian dalam beberapa hal yang sekiranya akan menjadi perekat perkenalan tersebut.

“Eh.. suka baca buku nggak ?” atau “Oh, kamu tinggal disana yah ? Hmm, aku punya teman di sana, kenal sama A nggak yah, dia tinggal di blok Z.”

Proses perekat hubungan inilah pada banyak orang diartikan sebagai sebuah proses “Tak Kenal maka Tak Cinta.”. Tidak ada yang menyadari bahwa sebenarnya tidak melulu arti pemahaman sebuah perkenalan akan berakhir dengan sesuatu yang manis seperti yang diharapkan dalam pepatah tersebut. Ada kalanya, setelah sebuah perkenalan terjadi, lalu pengenalan diri masing-masing berlanjut pada hal yang lebih jauh, sebuah hubungan ‘perkenalan’ bisa jadi ikut berakhir pula seiring dengan perpisahan yang terjadi dalam sebuah pertemuan. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Sudah menjadi sebuah kebutuhan manusia untuk dapat memperoleh kepercayaan dan rasa aman dalam dirinya. Inilah yang terjadi dalam proses pemilahan kelompok teman yang baru kita kenal. Yup. Ada sebuah proses lain dalam sebuah perkenalan yang tanpa kita sadari telah menggiring kita untuk melakukan sebuah pemilahan yang sangat bersifat subjektif karena kebutuhan kita akan rasa percaya dan dan rasa aman tersebut.

Tanpa kita sadari kita mulai melakukan pemilahan dan pencarian data apakah dia cukup bermanfaat sebagai seorang teman ataukah tidak, ada sebuah istilah yang mungkin lebih pas tapi konotasinya pada beberapa orang mungkin menyakitkan telinga yang sensitif, yaitu “seberapa pantas orang yang baru anda kenal itu bisa menjadi teman anda”.

“Seberapa pantas…”, terdengar sangat arogan dan tidak bersahabat yah? Tapi meski terdengar sangat tidak sopan, memang itulah yang sesungguhnya terjadi dalam sebuah proses perkenalan. Dalam alam pikiran sederhana, bagaimana mungkin kita akan bisa meletakkan rasa percaya kita pada seseorang yang tidak kita kenal? Dalam alam pikiran sederhana, bagaimana mungkin kita akan merasa aman pada seseorang yang tidak kita kenal? Sekali lagi, dalam alam pikiran sederhana, bagaimana mungkin kita akan memberikan rasa sayang, rasa cinta kita pada seseorang yang tidak kita kenal. Bukankah “Tak kenal maka Tak Cinta ?”

Dan disinilah letak ketertakjubanku pada peristiwa yang aku alami yang justru membuatku berpikir, tidak selamanya mungkin sebuah pertemuan dengan seseorang yang kita belum kita kenal akan melahirkan keinginan untuk ta’aruf, dan rasa sayang bisa saja terjadi tanpa didahului sebuah perkenalan yang memuat sebuah isian biodata yang harus diisi dalam blangko pencernaan pikiran biasa (tanya nama, alamat dan sebagainya).

Peristiwa yang pertama adalah sebuah peristiwa di sebuah bis kota yang melaju lamban di jalan raya yang macet di pinggir kota Jakarta yang memang sudah sangat padat setiap jalur badan jalannya dengan kendaraan yang berseliweran setiap harinya.

Hari cukup panas ketika itu dan bau keringat penumpang mulai menyebar menimbulkan sebuah perasaan tidak nyaman. Di sebelahku duduk seorang gadis berjilbab yang bertubuh agak besar. Dia sedang asyik membaca sebuah buku. Kulirik buku di tangannya dan mengenalinya sebagai salah satu buku yang sering aku lihat di pajang di toko buku.

Secara iseng (sungguh ini pertanyaan iseng karena aku mulai jenuh dengan masa menunggu kemacetan lalu lintas) aku mulai bertanya tentang apa judul buku yang dia baca. Gadis itu memperlihatkan judulnya padaku. Lalu aku mulai melontarkan pertanyaan apa isi buku tersebut dengan gaya sok akrab dan gadis itu melayani pertanyaanku dengan sabar dan penuh senyum.

Hmm, tampaknya dia mulai mengerti akan ketidak nyamanan yang aku alami dalam bis kota yang padat itu dan keterasingan untuk segera terbebas dari tempat dudukku yang keras sehingga dengan penuh keikhlasan gadis itu memberikan waktunya untuk menjawab pertanyaanku. Tanpa kami sadari kami terlibat sebuah diskusi menarik dan asyik.

Aku memang senang membaca dan lebih senang lagi jika diajak seseorang untuk bertukar pikiran tentang sebuah topik dari sebuah materi yang pernah aku baca atau aku ketahui. Hingga tak terasa tujuan akhir telah tiba. Gadis itu harus turun lebih dahulu dariku dan apa yang dia lakukan kemudian membuatku cukup ternganga dan sangat berkesan pada pertemuan dengannya.

“Aku ingin memberikan buku ini padamu.”

Subhanallah. Aku tahu dalam pembicaraan kami tadi bahwa buku itu belum dua jam yang lalu dibelinya di toko buku. Bahkan sampai halaman pertengahan pun gadis itu belum usai membacanya. Bagaimana mungkin dia akan memberikannya begitu saja padaku padahal tadi baru saja dia katakan bahwa dia menginginkan buku itu sejak lama sehingga dia menabung sedikit demi sedikit uang sakunya untuk dapat membeli buku itu.

“Tidak. Aku tidak menginginkannya. Buku itu milikmu, kamu belum selesai membacanya, bacalah dulu sampai selesai.” Aku menolaknya dengan keras.

“Tapi aku ingin memberikan buku ini padamu.” Gadis itu tetap bersikeras.

“Tidak.“

“Terimalah. Anggap ini hadiahku untukmu, kamu memang pantas menerimanya. Ayo, terimalah buku ini sebagai kenang-kenangan dariku karena aku tidak tahu kapan lagi kita akan bertemu di waktu yang akan datang.”

Duhai. Kalimatnya menimbulkan rasa haru yang mendalam, aku termangu sejenak tapi segera tersadar bahwa ini bukan saat yang tepat untuk jadi melankolis. “Tidak. Aku tidak bisa menerimanya.”

“Terimalah hadiahku ini. Kamu belum membacanya kan, bacalah, aku sudah membacanya sebagian dan isinya sangat menarik, sedangkan kamu belum membacanya sama sekali, aku ingin kamu membacanya juga dan bacalah sampai akhir.”

“Kenapa?“ Aku bertanya dengan bodoh. Sungguh aku tidak tahu kenapa gadis itu bersikeras memberikan buku barunya padaku.

“Kenapa kamu ingin memberikan buku barumu padaku, padahal kamu menginginkan buku ini sejak lama. Kenapa?”

“Karena aku sayang padamu. Aku ingin memberikan yang terbaik untukmu dan saat ini yang aku miliki adalah buku baruku ini. Percayalah padaku bahwa aku menyayangi kamu karena Allah semata sehingga jika saat ini kamu menginginkan yang lain dariku, seperti mataku, rambutku, tanganku, semua akan kuberikan padamu detik ini juga karena aku sayang padamu karena Allah semata.”

Aku makin ternganga. Belum ada satu jam kami berbincang dan diskusi tapi rasa sayang yang dia miliki padaku sudah demikian mendalamnya sementara namanya saja aku sama sekali tidak tahu karena dia memang hanya kujadikan seorang teman untuk membunuh waktu jenuhku di dalam kendaraan tersebut.

Ada sebuah rasa haru yang kian membuncah dalam dadaku mendengar untaian kalimat terakhirnya sekaligus melahirkan sebuah dorongan untuk menerbitkan mutiara bening dari sudut kelopak mataku. Aku tidak sanggup berkata apa-apa karena terbalut haru dan buku itu sudah berpindah tangan, diletakkan gadis itu di dalam genggamanku sementara dia bersiap untuk turun dari kendaraan. Pada perhentian selanjutnya gadis itu mulai berdiri menepi.

“Mbak..makasih yah. Aku tidak tahu bagaimana harus membalasnya bahkan kita belum sempat berkenalan. Mbak juga tidak tahu siapa aku.” Gadis itu hanya tersenyum ramah mendengar kalimatku yang mungkin terdengar sangat bodoh.

“Itu tidak penting. Yang aku tahu kamu adalah saudariku dalam islam. Semoga kita bisa bertemu di lain kesempatan dengan masing-masing dalam kondisi yang lebih baik.”

Kemudian bis berhenti dan setelah mengucapkan salam, gadis berjilbab itu melesat turun sambil melambaikan tangannya padaku. Aku membalas salamnya sambil tersenyum dan setelah dia menghilang dari pandanganku aku mulai membaca judul bukunya.

“Menjadi Muslimah yang kaffah.”

Hmm, mungkin dia memberikan buku itu karena aku belum berjilbab. Yup. Kejadiannya memang sudah lama sekali, sewaktu aku masih kuliah dulu dan masih banyak mempertimbangkan banyak hal sehingga belum timbul keinginan kuat untuk menutupi auratku secara lengkap dengan sebuah hijab yang semestinya.

Aku sangat terkesan dengan peristiwa itu karena di kampus, teman-teman akhwat lain lebih banyak yang memilih untuk tidak menaruh kepercayaan dan kasih sayang sebesar seperti yang diberikan oleh gadis tadi. Di kampus mereka memberlakukan sebuah jarak dalam membina hubungan denganku yang notabene sebenarnya memiliki agama yang sama dengan mereka hanya saja aku belum berjilbab. Image muslimah sebagai sebuah kelompok eksklusif dalam kepalaku telah hancur lebur dalam hitungan detik dengan kehadiran gadis berjilbab itu.

Sekarang aku alhamdulillah sudah mengenakan jilbab, sudah berkeluarga dan sudah dikaruniai dua orang jundi yang manis. Kesibukan sehari-hari dalam urusan pekerjaanku sebagai ibu rumah tangga hampir tidak menyisakan waktu luang bagiku. Lebih dari itu, kadang timbul sebuah proses pemilihan teman dalam bergaul yang terus terjadi tanpa aku sadari.

Jika ibu-ibu lain di sekitar rumahku sering berkumpul di depan pagar rumahnya maka bisa dikatakan aku jarang sekali ikut berkumpul dengan mereka. Jika ada acara pertemuan antar ibu-ibu di lingkungan rumahku, entah itu arisan rt, pengajian bulanan, pertemuan bulanan antar warga, atau bahkan acara resmi seperti selamatan atau kenduri, bisa dipastikan aku hanya hadir pada saat acara resmi itu berlangsung saja. Setelah acara resmi selesai, ketika piring gelas mulai dikumpulkan di tengah tikar, aku memilih untuk segera mengundurkan diri ketimbang ikut bergerombol bersama ibu-ibu yang lain membuat pembicaraan dan acara baru di luar acara inti.

Hmm, aku tetap berusaha untuk bergaul akrab, ikut tersenyum dan bersenda gurau atau berdiskusi dengan teman-teman ibu-ibu rumah tangga yang lain dalam konteks acara yang aku ikuti masih berlangsung. Setelah itu, setelah acara itu selesai, aku lebih memilih untuk mengundurkan diri lebih karena alasan menghindari kemudharatan.

Sudah bukan menjadi rahasia lagi apa yang dilakukan oleh para ibu-ibu rumah tangga jika mereka berkumpul dan mulai saling bercengkerama di luar sebuah acara yang terkoordinir. Mereka akan membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat dan inilah yang aku hindari. Terlibat dalam pergaulan seperti itu bagiku seperti memakan sebuah buah simalakama. Dimakan dalam arti kita melibatkan diri; kita akan terpengaruh dengan atmosfere mereka karena mau tidak mau kita akan mengeluarkan suara dan terlibat dalam pembicaraan mereka yang kelak kita akan menyesalinya sendiri. Pilihan kedua adalah tidak memakannya, yaitu kita tetap diam jadi pendengar dan itu artinya kita membiarkan isi pembicaraan mereka itu akan masuk ke telinga kita tanpa sebuah perlawanan, mengendap di dalam hati dan secara tidak sadar akan menimbulkan sebuah diskusi dengan diri sendiri yang lebih banyak melahirkan sebuah su'udzon dan ketidak nyamanan.

Ada sebuah pembenaran yang aku pegang dalam keputusanku untuk melakukan apa yang menurutku saat ini baik bagiku, yaitu mencegah sebuah kemudharatan itu lebih utama ketimbang menyebarkan manfaat. Hmm, benarkah pembenaran ini? WallahuÂ’alam.

Nah, dalam kesibukan memilih teman dalam pergaulan sehari-hari itulah terjadi peristiwa kedua yang juga sangat menyentuh hati dan memberi kesan yang sangat mendalam bagiku. Kejadiannya terselip dalam peristiwa rutinitas sehari-hari dan dalam waktu yang tidak terduga. Yaitu waktu shubuh.

Ada sebuah kebahagiaan tersendiri yang aku rasakan menjelang waktu shubuh. Yaitu kesempatan untuk berjalan menikmati suasana damai menjelang shubuh berdua saja dengan suamiku. Masjid tujuan kami letaknya lumayan jauh dari rumah dan waktu yang terhampar di selang perjalanan menuju masjid itu biasanya diisi dengan percakapan ringan yang lepas dari rasa kesal, jenuh dan bosan akan rutinitas pekerjaan dan kegiatan.

Yang ada hanyalah senda gurau atau curhat yang diiringi nasehat ringan diseling canda. Biasanya, setelah melakukan shalat shubuh berjamaah di masjid kami segera bergegas menuju rumah karena tugas rutinitas sehari-hari telah menunggu. Itu sebabnya waktu berangkat menuju masjid itu menjadi lebih istimewa (menjadi makin istimewa karena kadang kesehatanku yang sering terganggu dan kemalasan akibat kelelahan akan tugas sehari-hari membuat acara manis ini menjadi kian sulit dilakukan).

Hari itu, seperti biasa aku segera melipat perlengkapan shalatku dan mulai bersiap-siap untuk pulang ketika ada seseorang yang menyapaku. Seorang wanita tua yang tampak tersenyum dan memberiku salam. Aku membalas salamnya sambil ikut tersenyum.

“Apa kabar nak? kenapa sudah lama sekali tidak kelihatan?” sambil beringsut, aku mendekati ibu tua itu dan duduk di hadapannya sambil menyalaminya dengan sopan.

“Sakit bu. Saya sudah beberapa hari ini sakit jadi tidak bisa pergi kemana-mana termasuk ke masjid ini. Tapi alhamdulillah sekarang sudah sehat kembali. Ibu sendiri gimana kabarnya?”

“Alhamdulillah sehat nak.” Ibu itu masih memandangiku sambil tersenyum lembut sekali. Tiba-tiba dia meraih kedua pergelangan tanganku dan memegangnya dengan sangat erat.

“Ibu rindu sekali melihat kedatanganmu.. sudah hampir setengah bulan tidak melihat kamu hadir di sini.” Aku hanya tersenyum tapi dalam hati tak urung heran. Setengah bulan, artinya ibu itu menghitungnya. Artinya lagi, ibu ini tentu jamaah tetap di kala waktu shubuh di masjid ini…wah… bagaimana aku bisa tidak tahu akan kehadiran ibu ini setiap kali aku shalat disini. Hmm, mungkin karena aku selalu tergesa untuk pulang karena memikirkan pekerjaan rumah tangga yang terasa sudah antri untuk dikerjakan. Duh, betapa tidak pedulinya aku pada lingkunganku selama ini. Kalimat ibu itu mulai terasa seperti sindiran bagiku.

“Ibu selalu berdoa agar kamu sehat nak… sungguh, ibu mencintai kamu karena Allah dan selalu berharap bisa bertemu kamu di sini, di masjid ini meski ibu sendiri juga tidak yakin karena ibu sudah sangat tua dan makin rapuh.”

Subhanallah….
Kali ini aku sungguh-sungguh merasa terharu. Selama ini aku tidak pernah memperhatikan apa yang terjadi pada lingkungan sekitarku. Aku sibuk dengan urusan keseharianku sendiri, aku sibuk dengan diriku sendiri sedangkan ibu tua di hadapanku, yang mungkin hidupnya lebih susah, lebih kompleks permasalahannya, lebih rumit hal tentang kesehariannya, tetap memiliki kemampuan untuk memperhatikan lingkungannya.

Hmm.. tahukah anda. Kedua peristiwa berkesan di atas itu sebenarnya sebuah nasehat yang sangat manis dari Allah untukku. Subhanallah. Kadang, sebuah nasehat itu tidak melulu hanya berupa sebuah tausiyah panjang lebar tentang hamparan hadits dan ayat.

Sebuah nasehat bisa juga berupa perbuatan. Sama seperti perbuatan gadis berjilbab di bis kota di atas. Dengan memperlihatkan keramahan dan kesantunan serta keikhlasannya (sampai sekarang aku tidak pernah sekalipun lagi berjumpa dengannya, semoga Allah merahmatiNya selalu, amin), aku jadi tergugah akan keindahan ukhuwah dalam islam dan kemanisan budi pekerti muslimah sesungguhnya. Lebih dari itu, muncul semangat untuk benar-benar mewujudkan jati diri sebagai “Muslimah yang kaffah”, seperti nasehat yang diberikan dalam buku yang diberikannya secara cuma-cuma padaku.

Begitu juga dengan ibu tua di dalam masjid itu (hik..hik..aku tidak pernah berjumpa lagi dengannya, dan aku sampai detik ini tidak tahu siapa namanya, dimana dia tinggal dan informasi apapun tentang dia. Semoga beliau tetap dalam lindungan Allah SWT). Dengan kelembutan seorang ibu yang bijak, dia mengingatkan aku agar merindukan “masjid” selalu sesibuk apapun kegiatanku... ibu itu juga mengingatkan aku bahwa penilaian akan lingkunganku selama ini sebenarnya tidak selamanya benar. Bukankah di tengah hamparan rumput hijau di tengah padangpun selalu terselip bunga berwarna cantik yang harum baunya meski keberadaan bunga tersebut kecil mungil nyaris tak terlihat?

Kehadiran mereka berdua adalah penyejuk dahaga di tengah perjalanan panjang dan membosankan karena keterasingan yang monoton.
Kehadiran mereka adalah pendorong semangat ketika ghirah mulai kendur karena rutinitas keseharian yang mulai menegangkan urat syaraf. Hmm.. wallahuÂ’alam.

Aku jadi teringat sebuah hadits yang mengatakan bahwa :
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian, sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (Dari kitab shahih Muslim, yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik).

Begitu besar rasa persaudaraan yang terkandung dalam hadits tersebut hingga tidak ada pemilahan kelompok di dalamnya yang berdasarkan pada beragam suku, ras, golongan, bangsa dan warna kulit. Semuanya adalah keluarga. “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.” (al Hujurat:10).

Mencintai disini adalah menginginkan segala kebaikan yang dia miliki untuk turut pula dirasakan oleh saudaranya.

“Demi Dzat yang jiwaku ada di TanganNya, tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai kebaikan dirinya sendiri.” (Dari riwayat Nasa’i).

Kebaikan disini adalah kebaikan “menurut syariat” seperti ilmu yang bermanfaat, amal yang shaleh, dan akibat yang positif. Tidak ada tempat di sini untuk penilaian yang bersifat subjektif yang sering kita berlakukan jika kita memilih teman tanpa kita sadari. Sama seperti nasehat halus yang diberikan oleh gadis di bis kota itu padaku. Sementara teman-teman akhwat menolak kehadiranku yang “berbeda” dengan mereka yang berjilbab lebar, maka gadis itu dengan penuh keikhlasan mengajarkan aku arti ukhuwah sesungguhnya dan tanpa sadar memberiku semangat untuk “mengenal islam (agama perdamaian) lebih jauh”. Subhanallah.

Semoga kita semua bisa belajar untuk bisa pula menjadi suri tauladan seperti kedua tokoh “nyata” yang aku temui di dalam hidupku itu. Sungguh Maha Kuasa Allah yang telah memberiku pelajaran yang sangat berharga.

“Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau.
Engkau yang menciptakan ku dan aku adalah hambaMu.
Aku terikat dalam perjanjian dengan-Mu sekemampuanku.
Aku berlindung kepada-MU dari segala kejahatan yang telah aku lakukan.
Aku mengakui nikmat-nikmat-MU kepadaku dan aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku, karena tak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa, kecuali engkau” (HR. Bukhari)

Ade Anita


kafemuslimah.com
Read MorE...

Bunga Cantik di Tengah Padang Rumput

Bunga Cantik di Tengah Padang Rumput

Siapa di antara anda yang belum pernah mendengar pepatah yang mengatakan “Tak kenal maka tak cinta?”. Tentu semuanya sudah pernah mendengarnya, baik pada waktu pelajaran peribahasa di Mata Ajaran Bahasa Indonesia atau dalam pergaulan sehari-hari karena pepatah ini kerap kali digunakan orang. Sekarang, malah ada sedikit perubahan dan penambahan kata dalam pepatah tersebut. Yaitu menjadi "Tak Kenal Maka TaÂ’aruf."

Berbedakah keduanya ?

Dari kedua kalimat tersebut, sebenarnya ada perbedaan arti meski hanya sedikit dan tipis sekali. Taruh sebuah permisalan. Jika anda bertemu dengan seseorang yang tidak anda kenal sama sekali, tentu anda ingin mengenalnya lebih jauh dan keinginan untuk mengenalnya itu begitu kuat muncul dalam diri anda. Anda ingin tahu siapa namanya, dimana dia tinggal, apa kegiatannya dan segala sesuatu yang menyelingkupi kehidupan teman baru anda itu. Dalam kondisi seperti ini maka pepatah ‘yang baru’ akan diterapkan, “Tak Kenal Maka TaÂ’aruf.”

Tahukah anda bahwa sebenarnya dalam proses perkenalan itu telah terjadi sebuah proses lain yang juga berkembang dalam diri kita. Yaitu sebuah proses pemilahan kelompok teman. Pada waktu kita mulai melancarkan rangkaian pertanyaan padanya tanpa kita sadari yang kita cari adalah kesamaan dan kesesuaian dalam beberapa hal yang sekiranya akan menjadi perekat perkenalan tersebut.

“Eh.. suka baca buku nggak ?” atau “Oh, kamu tinggal disana yah ? Hmm, aku punya teman di sana, kenal sama A nggak yah, dia tinggal di blok Z.”

Proses perekat hubungan inilah pada banyak orang diartikan sebagai sebuah proses “Tak Kenal maka Tak Cinta.”. Tidak ada yang menyadari bahwa sebenarnya tidak melulu arti pemahaman sebuah perkenalan akan berakhir dengan sesuatu yang manis seperti yang diharapkan dalam pepatah tersebut. Ada kalanya, setelah sebuah perkenalan terjadi, lalu pengenalan diri masing-masing berlanjut pada hal yang lebih jauh, sebuah hubungan ‘perkenalan’ bisa jadi ikut berakhir pula seiring dengan perpisahan yang terjadi dalam sebuah pertemuan. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Sudah menjadi sebuah kebutuhan manusia untuk dapat memperoleh kepercayaan dan rasa aman dalam dirinya. Inilah yang terjadi dalam proses pemilahan kelompok teman yang baru kita kenal. Yup. Ada sebuah proses lain dalam sebuah perkenalan yang tanpa kita sadari telah menggiring kita untuk melakukan sebuah pemilahan yang sangat bersifat subjektif karena kebutuhan kita akan rasa percaya dan dan rasa aman tersebut.

Tanpa kita sadari kita mulai melakukan pemilahan dan pencarian data apakah dia cukup bermanfaat sebagai seorang teman ataukah tidak, ada sebuah istilah yang mungkin lebih pas tapi konotasinya pada beberapa orang mungkin menyakitkan telinga yang sensitif, yaitu “seberapa pantas orang yang baru anda kenal itu bisa menjadi teman anda”.

“Seberapa pantas…”, terdengar sangat arogan dan tidak bersahabat yah? Tapi meski terdengar sangat tidak sopan, memang itulah yang sesungguhnya terjadi dalam sebuah proses perkenalan. Dalam alam pikiran sederhana, bagaimana mungkin kita akan bisa meletakkan rasa percaya kita pada seseorang yang tidak kita kenal? Dalam alam pikiran sederhana, bagaimana mungkin kita akan merasa aman pada seseorang yang tidak kita kenal? Sekali lagi, dalam alam pikiran sederhana, bagaimana mungkin kita akan memberikan rasa sayang, rasa cinta kita pada seseorang yang tidak kita kenal. Bukankah “Tak kenal maka Tak Cinta ?”

Dan disinilah letak ketertakjubanku pada peristiwa yang aku alami yang justru membuatku berpikir, tidak selamanya mungkin sebuah pertemuan dengan seseorang yang kita belum kita kenal akan melahirkan keinginan untuk ta’aruf, dan rasa sayang bisa saja terjadi tanpa didahului sebuah perkenalan yang memuat sebuah isian biodata yang harus diisi dalam blangko pencernaan pikiran biasa (tanya nama, alamat dan sebagainya).

Peristiwa yang pertama adalah sebuah peristiwa di sebuah bis kota yang melaju lamban di jalan raya yang macet di pinggir kota Jakarta yang memang sudah sangat padat setiap jalur badan jalannya dengan kendaraan yang berseliweran setiap harinya.

Hari cukup panas ketika itu dan bau keringat penumpang mulai menyebar menimbulkan sebuah perasaan tidak nyaman. Di sebelahku duduk seorang gadis berjilbab yang bertubuh agak besar. Dia sedang asyik membaca sebuah buku. Kulirik buku di tangannya dan mengenalinya sebagai salah satu buku yang sering aku lihat di pajang di toko buku.

Secara iseng (sungguh ini pertanyaan iseng karena aku mulai jenuh dengan masa menunggu kemacetan lalu lintas) aku mulai bertanya tentang apa judul buku yang dia baca. Gadis itu memperlihatkan judulnya padaku. Lalu aku mulai melontarkan pertanyaan apa isi buku tersebut dengan gaya sok akrab dan gadis itu melayani pertanyaanku dengan sabar dan penuh senyum.

Hmm, tampaknya dia mulai mengerti akan ketidak nyamanan yang aku alami dalam bis kota yang padat itu dan keterasingan untuk segera terbebas dari tempat dudukku yang keras sehingga dengan penuh keikhlasan gadis itu memberikan waktunya untuk menjawab pertanyaanku. Tanpa kami sadari kami terlibat sebuah diskusi menarik dan asyik.

Aku memang senang membaca dan lebih senang lagi jika diajak seseorang untuk bertukar pikiran tentang sebuah topik dari sebuah materi yang pernah aku baca atau aku ketahui. Hingga tak terasa tujuan akhir telah tiba. Gadis itu harus turun lebih dahulu dariku dan apa yang dia lakukan kemudian membuatku cukup ternganga dan sangat berkesan pada pertemuan dengannya.

“Aku ingin memberikan buku ini padamu.”

Subhanallah. Aku tahu dalam pembicaraan kami tadi bahwa buku itu belum dua jam yang lalu dibelinya di toko buku. Bahkan sampai halaman pertengahan pun gadis itu belum usai membacanya. Bagaimana mungkin dia akan memberikannya begitu saja padaku padahal tadi baru saja dia katakan bahwa dia menginginkan buku itu sejak lama sehingga dia menabung sedikit demi sedikit uang sakunya untuk dapat membeli buku itu.

“Tidak. Aku tidak menginginkannya. Buku itu milikmu, kamu belum selesai membacanya, bacalah dulu sampai selesai.” Aku menolaknya dengan keras.

“Tapi aku ingin memberikan buku ini padamu.” Gadis itu tetap bersikeras.

“Tidak.“

“Terimalah. Anggap ini hadiahku untukmu, kamu memang pantas menerimanya. Ayo, terimalah buku ini sebagai kenang-kenangan dariku karena aku tidak tahu kapan lagi kita akan bertemu di waktu yang akan datang.”

Duhai. Kalimatnya menimbulkan rasa haru yang mendalam, aku termangu sejenak tapi segera tersadar bahwa ini bukan saat yang tepat untuk jadi melankolis. “Tidak. Aku tidak bisa menerimanya.”

“Terimalah hadiahku ini. Kamu belum membacanya kan, bacalah, aku sudah membacanya sebagian dan isinya sangat menarik, sedangkan kamu belum membacanya sama sekali, aku ingin kamu membacanya juga dan bacalah sampai akhir.”

“Kenapa?“ Aku bertanya dengan bodoh. Sungguh aku tidak tahu kenapa gadis itu bersikeras memberikan buku barunya padaku.

“Kenapa kamu ingin memberikan buku barumu padaku, padahal kamu menginginkan buku ini sejak lama. Kenapa?”

“Karena aku sayang padamu. Aku ingin memberikan yang terbaik untukmu dan saat ini yang aku miliki adalah buku baruku ini. Percayalah padaku bahwa aku menyayangi kamu karena Allah semata sehingga jika saat ini kamu menginginkan yang lain dariku, seperti mataku, rambutku, tanganku, semua akan kuberikan padamu detik ini juga karena aku sayang padamu karena Allah semata.”

Aku makin ternganga. Belum ada satu jam kami berbincang dan diskusi tapi rasa sayang yang dia miliki padaku sudah demikian mendalamnya sementara namanya saja aku sama sekali tidak tahu karena dia memang hanya kujadikan seorang teman untuk membunuh waktu jenuhku di dalam kendaraan tersebut.

Ada sebuah rasa haru yang kian membuncah dalam dadaku mendengar untaian kalimat terakhirnya sekaligus melahirkan sebuah dorongan untuk menerbitkan mutiara bening dari sudut kelopak mataku. Aku tidak sanggup berkata apa-apa karena terbalut haru dan buku itu sudah berpindah tangan, diletakkan gadis itu di dalam genggamanku sementara dia bersiap untuk turun dari kendaraan. Pada perhentian selanjutnya gadis itu mulai berdiri menepi.

“Mbak..makasih yah. Aku tidak tahu bagaimana harus membalasnya bahkan kita belum sempat berkenalan. Mbak juga tidak tahu siapa aku.” Gadis itu hanya tersenyum ramah mendengar kalimatku yang mungkin terdengar sangat bodoh.

“Itu tidak penting. Yang aku tahu kamu adalah saudariku dalam islam. Semoga kita bisa bertemu di lain kesempatan dengan masing-masing dalam kondisi yang lebih baik.”

Kemudian bis berhenti dan setelah mengucapkan salam, gadis berjilbab itu melesat turun sambil melambaikan tangannya padaku. Aku membalas salamnya sambil tersenyum dan setelah dia menghilang dari pandanganku aku mulai membaca judul bukunya.

“Menjadi Muslimah yang kaffah.”

Hmm, mungkin dia memberikan buku itu karena aku belum berjilbab. Yup. Kejadiannya memang sudah lama sekali, sewaktu aku masih kuliah dulu dan masih banyak mempertimbangkan banyak hal sehingga belum timbul keinginan kuat untuk menutupi auratku secara lengkap dengan sebuah hijab yang semestinya.

Aku sangat terkesan dengan peristiwa itu karena di kampus, teman-teman akhwat lain lebih banyak yang memilih untuk tidak menaruh kepercayaan dan kasih sayang sebesar seperti yang diberikan oleh gadis tadi. Di kampus mereka memberlakukan sebuah jarak dalam membina hubungan denganku yang notabene sebenarnya memiliki agama yang sama dengan mereka hanya saja aku belum berjilbab. Image muslimah sebagai sebuah kelompok eksklusif dalam kepalaku telah hancur lebur dalam hitungan detik dengan kehadiran gadis berjilbab itu.

Sekarang aku alhamdulillah sudah mengenakan jilbab, sudah berkeluarga dan sudah dikaruniai dua orang jundi yang manis. Kesibukan sehari-hari dalam urusan pekerjaanku sebagai ibu rumah tangga hampir tidak menyisakan waktu luang bagiku. Lebih dari itu, kadang timbul sebuah proses pemilihan teman dalam bergaul yang terus terjadi tanpa aku sadari.

Jika ibu-ibu lain di sekitar rumahku sering berkumpul di depan pagar rumahnya maka bisa dikatakan aku jarang sekali ikut berkumpul dengan mereka. Jika ada acara pertemuan antar ibu-ibu di lingkungan rumahku, entah itu arisan rt, pengajian bulanan, pertemuan bulanan antar warga, atau bahkan acara resmi seperti selamatan atau kenduri, bisa dipastikan aku hanya hadir pada saat acara resmi itu berlangsung saja. Setelah acara resmi selesai, ketika piring gelas mulai dikumpulkan di tengah tikar, aku memilih untuk segera mengundurkan diri ketimbang ikut bergerombol bersama ibu-ibu yang lain membuat pembicaraan dan acara baru di luar acara inti.

Hmm, aku tetap berusaha untuk bergaul akrab, ikut tersenyum dan bersenda gurau atau berdiskusi dengan teman-teman ibu-ibu rumah tangga yang lain dalam konteks acara yang aku ikuti masih berlangsung. Setelah itu, setelah acara itu selesai, aku lebih memilih untuk mengundurkan diri lebih karena alasan menghindari kemudharatan.

Sudah bukan menjadi rahasia lagi apa yang dilakukan oleh para ibu-ibu rumah tangga jika mereka berkumpul dan mulai saling bercengkerama di luar sebuah acara yang terkoordinir. Mereka akan membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat dan inilah yang aku hindari. Terlibat dalam pergaulan seperti itu bagiku seperti memakan sebuah buah simalakama. Dimakan dalam arti kita melibatkan diri; kita akan terpengaruh dengan atmosfere mereka karena mau tidak mau kita akan mengeluarkan suara dan terlibat dalam pembicaraan mereka yang kelak kita akan menyesalinya sendiri. Pilihan kedua adalah tidak memakannya, yaitu kita tetap diam jadi pendengar dan itu artinya kita membiarkan isi pembicaraan mereka itu akan masuk ke telinga kita tanpa sebuah perlawanan, mengendap di dalam hati dan secara tidak sadar akan menimbulkan sebuah diskusi dengan diri sendiri yang lebih banyak melahirkan sebuah su'udzon dan ketidak nyamanan.

Ada sebuah pembenaran yang aku pegang dalam keputusanku untuk melakukan apa yang menurutku saat ini baik bagiku, yaitu mencegah sebuah kemudharatan itu lebih utama ketimbang menyebarkan manfaat. Hmm, benarkah pembenaran ini? WallahuÂ’alam.

Nah, dalam kesibukan memilih teman dalam pergaulan sehari-hari itulah terjadi peristiwa kedua yang juga sangat menyentuh hati dan memberi kesan yang sangat mendalam bagiku. Kejadiannya terselip dalam peristiwa rutinitas sehari-hari dan dalam waktu yang tidak terduga. Yaitu waktu shubuh.

Ada sebuah kebahagiaan tersendiri yang aku rasakan menjelang waktu shubuh. Yaitu kesempatan untuk berjalan menikmati suasana damai menjelang shubuh berdua saja dengan suamiku. Masjid tujuan kami letaknya lumayan jauh dari rumah dan waktu yang terhampar di selang perjalanan menuju masjid itu biasanya diisi dengan percakapan ringan yang lepas dari rasa kesal, jenuh dan bosan akan rutinitas pekerjaan dan kegiatan.

Yang ada hanyalah senda gurau atau curhat yang diiringi nasehat ringan diseling canda. Biasanya, setelah melakukan shalat shubuh berjamaah di masjid kami segera bergegas menuju rumah karena tugas rutinitas sehari-hari telah menunggu. Itu sebabnya waktu berangkat menuju masjid itu menjadi lebih istimewa (menjadi makin istimewa karena kadang kesehatanku yang sering terganggu dan kemalasan akibat kelelahan akan tugas sehari-hari membuat acara manis ini menjadi kian sulit dilakukan).

Hari itu, seperti biasa aku segera melipat perlengkapan shalatku dan mulai bersiap-siap untuk pulang ketika ada seseorang yang menyapaku. Seorang wanita tua yang tampak tersenyum dan memberiku salam. Aku membalas salamnya sambil ikut tersenyum.

“Apa kabar nak? kenapa sudah lama sekali tidak kelihatan?” sambil beringsut, aku mendekati ibu tua itu dan duduk di hadapannya sambil menyalaminya dengan sopan.

“Sakit bu. Saya sudah beberapa hari ini sakit jadi tidak bisa pergi kemana-mana termasuk ke masjid ini. Tapi alhamdulillah sekarang sudah sehat kembali. Ibu sendiri gimana kabarnya?”

“Alhamdulillah sehat nak.” Ibu itu masih memandangiku sambil tersenyum lembut sekali. Tiba-tiba dia meraih kedua pergelangan tanganku dan memegangnya dengan sangat erat.

“Ibu rindu sekali melihat kedatanganmu.. sudah hampir setengah bulan tidak melihat kamu hadir di sini.” Aku hanya tersenyum tapi dalam hati tak urung heran. Setengah bulan, artinya ibu itu menghitungnya. Artinya lagi, ibu ini tentu jamaah tetap di kala waktu shubuh di masjid ini…wah… bagaimana aku bisa tidak tahu akan kehadiran ibu ini setiap kali aku shalat disini. Hmm, mungkin karena aku selalu tergesa untuk pulang karena memikirkan pekerjaan rumah tangga yang terasa sudah antri untuk dikerjakan. Duh, betapa tidak pedulinya aku pada lingkunganku selama ini. Kalimat ibu itu mulai terasa seperti sindiran bagiku.

“Ibu selalu berdoa agar kamu sehat nak… sungguh, ibu mencintai kamu karena Allah dan selalu berharap bisa bertemu kamu di sini, di masjid ini meski ibu sendiri juga tidak yakin karena ibu sudah sangat tua dan makin rapuh.”

Subhanallah….
Kali ini aku sungguh-sungguh merasa terharu. Selama ini aku tidak pernah memperhatikan apa yang terjadi pada lingkungan sekitarku. Aku sibuk dengan urusan keseharianku sendiri, aku sibuk dengan diriku sendiri sedangkan ibu tua di hadapanku, yang mungkin hidupnya lebih susah, lebih kompleks permasalahannya, lebih rumit hal tentang kesehariannya, tetap memiliki kemampuan untuk memperhatikan lingkungannya.

Hmm.. tahukah anda. Kedua peristiwa berkesan di atas itu sebenarnya sebuah nasehat yang sangat manis dari Allah untukku. Subhanallah. Kadang, sebuah nasehat itu tidak melulu hanya berupa sebuah tausiyah panjang lebar tentang hamparan hadits dan ayat.

Sebuah nasehat bisa juga berupa perbuatan. Sama seperti perbuatan gadis berjilbab di bis kota di atas. Dengan memperlihatkan keramahan dan kesantunan serta keikhlasannya (sampai sekarang aku tidak pernah sekalipun lagi berjumpa dengannya, semoga Allah merahmatiNya selalu, amin), aku jadi tergugah akan keindahan ukhuwah dalam islam dan kemanisan budi pekerti muslimah sesungguhnya. Lebih dari itu, muncul semangat untuk benar-benar mewujudkan jati diri sebagai “Muslimah yang kaffah”, seperti nasehat yang diberikan dalam buku yang diberikannya secara cuma-cuma padaku.

Begitu juga dengan ibu tua di dalam masjid itu (hik..hik..aku tidak pernah berjumpa lagi dengannya, dan aku sampai detik ini tidak tahu siapa namanya, dimana dia tinggal dan informasi apapun tentang dia. Semoga beliau tetap dalam lindungan Allah SWT). Dengan kelembutan seorang ibu yang bijak, dia mengingatkan aku agar merindukan “masjid” selalu sesibuk apapun kegiatanku... ibu itu juga mengingatkan aku bahwa penilaian akan lingkunganku selama ini sebenarnya tidak selamanya benar. Bukankah di tengah hamparan rumput hijau di tengah padangpun selalu terselip bunga berwarna cantik yang harum baunya meski keberadaan bunga tersebut kecil mungil nyaris tak terlihat?

Kehadiran mereka berdua adalah penyejuk dahaga di tengah perjalanan panjang dan membosankan karena keterasingan yang monoton.
Kehadiran mereka adalah pendorong semangat ketika ghirah mulai kendur karena rutinitas keseharian yang mulai menegangkan urat syaraf. Hmm.. wallahuÂ’alam.

Aku jadi teringat sebuah hadits yang mengatakan bahwa :
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian, sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (Dari kitab shahih Muslim, yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik).

Begitu besar rasa persaudaraan yang terkandung dalam hadits tersebut hingga tidak ada pemilahan kelompok di dalamnya yang berdasarkan pada beragam suku, ras, golongan, bangsa dan warna kulit. Semuanya adalah keluarga. “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.” (al Hujurat:10).

Mencintai disini adalah menginginkan segala kebaikan yang dia miliki untuk turut pula dirasakan oleh saudaranya.

“Demi Dzat yang jiwaku ada di TanganNya, tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai kebaikan dirinya sendiri.” (Dari riwayat Nasa’i).

Kebaikan disini adalah kebaikan “menurut syariat” seperti ilmu yang bermanfaat, amal yang shaleh, dan akibat yang positif. Tidak ada tempat di sini untuk penilaian yang bersifat subjektif yang sering kita berlakukan jika kita memilih teman tanpa kita sadari. Sama seperti nasehat halus yang diberikan oleh gadis di bis kota itu padaku. Sementara teman-teman akhwat menolak kehadiranku yang “berbeda” dengan mereka yang berjilbab lebar, maka gadis itu dengan penuh keikhlasan mengajarkan aku arti ukhuwah sesungguhnya dan tanpa sadar memberiku semangat untuk “mengenal islam (agama perdamaian) lebih jauh”. Subhanallah.

Semoga kita semua bisa belajar untuk bisa pula menjadi suri tauladan seperti kedua tokoh “nyata” yang aku temui di dalam hidupku itu. Sungguh Maha Kuasa Allah yang telah memberiku pelajaran yang sangat berharga.

“Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau.
Engkau yang menciptakan ku dan aku adalah hambaMu.
Aku terikat dalam perjanjian dengan-Mu sekemampuanku.
Aku berlindung kepada-MU dari segala kejahatan yang telah aku lakukan.
Aku mengakui nikmat-nikmat-MU kepadaku dan aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku, karena tak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa, kecuali engkau” (HR. Bukhari)

Ade Anita


kafemuslimah.com Read MorE...

arak puncak segala kejahatan

arak sebagaipuncak segala kejahatan

Dosa manakah, minum minuman yang memabukkan, berzina atau membunuh. Itulah teka-teki sebagai inti khutbah Khalifah Ustman bin Affan r.a. seperti yang diriwayatkan oleh Az-Zuhriy, dalam khutbah Ustman itu mengingatkan umat agar berhati-hati terhadap minuman khamr atau arak. Sebab minuman yang memabukkan itu sebagai pangkal perbuatan keji dan sumber segala dosa.

Dulu hidup seorang ahli ibadah yang selalu tekun beribadah ke masjid, lanjut khutbah Khalifah Ustman. Suatu hari lelaki yang soleh itu berkenalan dengan seorang wanita cantik.



Kerana sudah terjatuh hati, lelaki itu menurut saja ketika disuruh memilih antara tiga permintaannya, tentang kemaksiatan. Pertama minum khamr, kedua berzina dan ketiga membunuh bayi. Mengira minum arak dosanya lebih kecil daripada dua pilihan lain yang diajukan wanita pujaan itu, lelaki soleh itu lalu memilih minum khamr.

Tetapi apa yang terjadi, dengan minum arak yang memabukkan itu malah dia melanggar dua kejahatan yang lain. Dalam keadaan mabuk dan lupa diri, lelaki itu menzinai pelacur itu dan membunuh bayi di sisinya.

"Kerana itulah hindarilah khamr, kerana minuman itu sebagai biang keladi segala kejahatan dan perbuatan dosa. Ingatlah, iman dengan arak tidak mungkin bersatu dalam tubuh manusia. Salah satu di antaranya harus keluar. Orang yang mabuk mulutnya akan mengeluarkan kata-kata kufur, dan jika menjadi kebiasaan sampai akhir ayatnya, ia akan kekal di neraka."

sumber : File 1001 KisahTeladan by Heksa

Read MorE...

1001 kisah teladan

Nabi S.A.W., "Pada waktu malam saya diisrakkan sampai ke langit, Allah S.W.T telah memberikan lima wasiat, antaranya :

  • Janganlah engkau gantungkan hatimu kepada dunia kerana sesungguhnya Aku tidak menjadikan dunia ini untuk engkau.



  • face="Garamond">Jadikan cintamu kepada-Ku sebab tempat kembalimu adalah kepada-Ku.

  • Bersungguh-sungguhlah engkau mencari syurga.

  • Putuskan harapan dari makhluk kerana sesungguhnya mereka itu sedikitpun tidak ada kuasa di tangan mereka.

  • Rajinlah mengerjakan sembahyang tahajjud kerana sesungguhnya pertolongan itu berserta qiamullail.

Ibrahim bin Adham berkata, "Telah datang kepadaku beberapa orang tetamu. Saya berkata kepada mereka, berikanlah nasihat yang berguna kepada saya, yang akan membuat saya takut kepada Allah S.W.T.

Lalu mereka berkata, "Kami wasiatkan kepada kamu 7 perkara, yaitu :

  • Orang yang banyak bicaranya janganlah kamu harapkan sangat kesedaran hatinya.

  • Orang yang banyak makan janganlah kamu harapkan sangat kata-kata himat darinya.

  • Orang yang banyak bergaul dengan manusia janganlah kamu harapkan sangat kemanisan ibadahnya.

  • Orang yang cinta kepada dunia janganlah kamu harapkan sangat khusnul khatimahnya.

  • Orang yang bodoh janganlah kamu harapkan sangat akan hidup hatinya.

  • Orang yang memilih berkawan dengan orang yang zalim janganlah kamu harapkan sangat kelurusan agamanya.

  • 1001 kisah teladan

    Orang yang mencari keredhaan manusia janganlah harapkan sangat akan keredhaan Allah daripadanya."

    sumber : File 1001 KisahTeladan by Heksa

Read MorE...

MEROKOK





suatu hal atau kebiasaan yang banyak digemari oarng-orang terutama para kaum lelaki dan terutama di indonesia ini. merokok menurut para pengefans rokok....wih para pengefans kayak artis aja...maksudnya menurut para pengguna rokok, rokok itu sesuatu yang dapat membawa penggunanya ke dunia vana, dan dapat menghilangkan atau membantu melupak
an masalah yang tengah dihadapinya....eits....tapi hanya beberapa saat, emangnya masalah itu bisa selesai dengan jalan kita merokok....enak dong kalau dengan merokok masalah bisa selesai dengan sendirinya.....semua orang akan merokok kalau rokok bisa menyelesaikan masalah.....rokok bisa menyelesaikan masalah itu hanya kata-kata kosong...tapi pengguna rokok lupa akan dampak yang disebabkan oleh rokok yang dihisabnya, dan mereka beranggapan bahwa rokok salah satu kebutuhan primer,,,...ibarat kata gak maka asal punya sebatang rokok...he...he...apa sih sebenarnya dampak dari rokok itu??
rokok dari awal ia dibuat aja udah bikin dampak negatif apalagi kalau ia digunain...he..he ..sok teu, eits....tapi bener lo...coba fikir dan amati pabrik-pabrik limbah atau asap yang dihasilkan mesin-mesin pabrik kan membuat polusi dan pencemaran lingkungan so dari awal ia dibuat aja udah bikin dampak negatif apalagi kalau digunain....


merokok dapat menyebabkan importensi, jantung, paru-paru, dan gangguan kehamilan, tau itu donk pastinya ????kan dibungkus rokok ada, tapi kenapa mereka udah tau itu tapi tetap mengkonsumsinya,,,,????????????
Mungkin ada beberapa penyebab orang tidak bisa meninggalkan kebiasaan yang satu in:
- Mereka gak tau apa yang akan terjadi apabila mereka merokok, dibelakang bungkus udah ditulis dampaknya merokok, tapi mungkin mereka gak percaya dengan itu karena mereka berfikiran kalau emang itu yang disebabkan tapi kenapa pembuat masih
menulisnya dan masih juga menjualnya padahal mereka tau itu berbahaya, kan fikiran orang itu berbeda-beda
- Mereka tau akibatnya mengkonsumsi rokok tapi mereka cuek dan tidak peduli atau mereka sering bilang I don't Know.
- Mereka tau apa akibatnya mengkonsumsi rokok dan mereka ingin berhenti tapi bagi mereka rokok bagaikan kebutuhan primer yang harus ad
a dan dipenuhi, mungkin ada orang yang apabila berhenti merokok malah saki, ya itu semua karena setiap orang itu berbeda-beda.
Dampak dari merokok tidak hanya dirasakan oleh penggunanya saj, tapi orang lain pun juga ikut menganggung dampaknya.
Read MorE...

Sign in Twitter

Twitter

Sign in to Twitter

If you’ve been using Twitter from your phone, click here and we’ll get you signed up on the web.

Create Your Account

Already using Twitter
from your phone? Click here.

Sign In Facebook

Welcome to Facebook

iklan

Support Palestine