salam

Sabtu, 10 April 2010

Lima (5) "S"..

Suatu saat, adzan Maghrib tiba. Kami bersegera shalat di sebuah mesjid yang dikenal dengan tempat mangkalnya aktivis Islam yang mempunyai kesungguhan dalam beribadah. Di sana tampak beberapa pemuda yang berpakaian “khas Islam” sedang menantikan waktu shalat. Kemudian, adzan berkumandang dan qamat pun segera diperdengarkan sesudah shalat sunat. Hal yang menarik adalah begitu sungguh-sungguhnya keinginan imam muda untuk merapikan shaf. Tanda hitam di dahinya, bekas tanda sujud, membuat kami segan.

Namun, tatkala upaya merapikan shaf dikatakan dengan kata-kata yang agak ketus tanpa senyuman, “Shaf, shaf, rapikan shafnya!”, suasana shalat tiba-tiba menjadi tegang karena suara lantang dan keras itu. Karuan saja, pada waktu shalat menjadi sulit khusyu, betapa pun bacan sang imam begitu bagus karena terbayang teguran yang keras tadi.

Seusai shalat, beberapa jemaah shalat tadi tidak kuasa menahan lisan untuk saling bertukar ketegangan yang akhirnya disimpulkan, mereka enggan untuk shalat di tempat itu lagi. Pada saat yang lain, sewaktu kami berjalan-jalan di Perth, sebuah negara bagian di Australia, tibalah kami di sebuah taman. Sungguh mengherankan, karena hampir setiap hari berjumpa dengan penduduk asli, mereka tersenyum dengan sangat ramah dan menyapa “Good Morning!” atau sapa dengan tradisinya. Yang semuanya itu dilakukan dengan wajah cerah dan kesopanan. Kami berupaya menjawab sebisanya untuk menutupi kekagetan dan kekaguman. Ini negara yang sering kita sebut negara kaum kafir.

Dua keadaan ini disampaikan tidak untuk meremehkan siapapun tetapi untuk mengevaluasi kita, ternyata luasnya ilmu, kekuatan ibadah, tingginya kedudukan, tidak ada artinya jikalau kita kehilangan perilaku standar yang dicontohkan Rasulullah SAW, sehingga mudah sekali merontokan kewibawaan dakwah itu sendiri.

Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dengan berinteraksi dengan sesama ini, bagaimana kalau kita menyebutnya dengan 5 (lima) S : Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun.

Kita harus meneliti relung hati kita jikalau kita tersenyum dengan wajah jernih kita rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman yang tulus, rasanya lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus. Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk orang yang senang tersenyum untuk orang lain? Mengapa kita berat untuk tersenyum, bahkan dengan orang yang terdekat sekalipun. Padahal Rasulullah yang mulia tidaklah berjumpa dengan orang lain kecuali dalam keadaan wajah yang jernih dan senyum yang tulus. Mengapa kita begitu enggan tersenyum? Kepada orang tua, guru, dan orang-orang yang berada di sekitar kita?

S yang kedua adalah salam. Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan keikhlasan, rasanya suasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara. Kita dengan terburu-buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri. Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan untuk lebih dulu mengucapkan salam? Padahal tidak ada resiko apapun. Kita tahu di zaman Rasulullah ada seorang sahabat yang pergi ke pasar, khusus untuk menebarkan salam. Negara kita mayoritas umat Islam, tetapi mengapa kita untuk mendahului mengucapkan salam begitu enggan? Adakah yang salah dalam diri kita?

S ketiga adalah sapa. Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah oleh orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat di mesjid, meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, toh nyaris kita jarang menyapanya, padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, satu shaf, bahkan berdampingan. Mengapa kita enggan menyapa? Mengapa harus ketus dan keras? Tidakkah kita bisa menyapa getaran kemuliaan yang hadir bersamaan dengan sapaan kita?

S keempat, sopan. Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk, ketika lewat di depan orang tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya, apakah kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih tua? Sering kita tidak mengukur tingkat kesopanan kita, bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan bersolonjor misalnya. Lalu, kita relakan orang yang di depan kita teremehkan. Patut kiranya kita bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika kesopanan atau tidak.

S kelima, santun. Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan kepentingan orang lain di angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean, demi kebaikan orang lain. Memang orang mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain, untuk kebaikan. Ini adalah sebuah pesan tersendiri. Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki? Sejauh mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut berbahagia? Sejauh mana kelapangdadaan diri kita, sifat pemaaf ataupun kesungguhan kita untuk membalas kebaikan orang yang kurang baik?

Saudara-saudaraku, Islam sudah banyak disampaikan oleh aneka teori dan dalil. Begitu agung dan indah. Yang dibutuhkan sekarang adalah, mana pribadi-pribadi yang indah dan agung itu? Yuk, kita jadikan diri kita sebagai bukti keindahan Islam, walau secara sederhana. Amboi, alangkah indahnya wajah yang jernih, ceria, senyum yang tulus dan ikhlas, membahagiakan siapapun. Betapa nyamannya suasana saat salam hangat ditebar, saling mendo’akan, menyapa dengan ramah, lembut, dan penuh perhatian. Alangkah agungnya pribadi kita, jika penampilan kita selalu sopan dengan siapapun dan dalam kondisi bagaimana pun. Betapa nikmatnya dipandang, jika pribadi kita santun, mau mendahulukan orang lain, rela mengalah dan memberikan haknya, lapang dada,, pemaaf yang tulus, dan ingin membalas keburukan dengan kebaikan serta kemuliaan.

Saudaraku, Insya Allah. Andai diri kita sudah berjuang untuk berperilaku lima S ini, semoga kita termasuk dalam golongan mujahidin dan mujahidah yang akan mengobarkan kemuliaan Islam sebagaimana dicita-citakan Rasulullah SAW, Innama buitsu liutammima makarimal akhlak, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.***

Read MorE...

Mencintai Kebersihan

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (QS. Al-Baqarah: 222)

"Sesungguhnya Allah baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai kebersihan, murah hati dan senang kepada kemurahan hati, dermawan dan senang kepada kedermawanan." (HR. Imam Turmuzi)


Kedudukan di sisi Allah dapat kita capai dengan cinta kita terhadap kebersihan. Nabi Muhammad saw mencintai kebersihan. Rasulullah setelah wudhu selalu bersiwak atau menggosok giginya. Demikian pula sesudah makan dan menjelang tidur.

Rasul paling lambat mengguntingkan kukunya seminggu sekali dan pada hari Jum`at. Sangat beruntung bagi orang yang terus-menerus mensucikan dirinya dan mensucikan dirinya dari barang-barang yang bukan miliknya. Yang paling penting barang yang kita punya harus lebih murah dari diri kita. Barang-barang yang mubajir dan tidak bermanfaat harus dia amalkan. Ini akan membuat lebih ringan hisabnya.

Ciri-ciri orang yang hidupnya kotor yaitu tidak merasa dirinya banyak dosa, zuhud ada nya pada orang yang kaya yang tidak terikat oleh kekayaan. Kemuliaan bagi orang yang tidak punya yaitu niatnya selalu dan ikhtiar yang selalu maksimal, kita terhina jika kita tidak punya uang.

Sederhana tidak identik dengan kemuliaan, kalau di dalam dirinya masih ada riya. Semoga di bulan ramadhan ini kita tidak terpikat oleh dunia yang mampir hanya sejenak.

Read MorE...

Memperindah Hati

Setiap manusia tentulah sangat menyukai dan merindukan keindahan. Banyak orang yang menganggap keindahan adalah pangkal dari segala puji dan harga. Tidak usah heran kalau banyak orang memburunya. Ada orang yang berani pergi beratus bahkan beribu kilometer semata-mata untuk mencari suasana pemandangan yang indah. Banyak orang rela membuang waktu untuk berlatih mengolah jasmani setiap saat karena sangat ingin memiliki tubuh yang indah. Tak sedikit juga orang berani membelanjakan uangnya berjuta bahkan bermilyar karena sangat rindu memiliki rumah atau kendaraan mewah.

Akan tetapi, apa yang terjadi? Tak jarang kita menyaksikan betapa terhadap orang-orang yang memiliki pakaian dan penampilan yang mahal dan indah, yang datang ternyata bukan penghargaan, melainkan justru penghinaaan. Ada juga orang yang memiliki rumah megah dan mewah, tetapi bukannya mendapatkan pujian, melainkan malah cibiran dan cacian. Mengapa keindahan yang tadinya disangka akan mengangkat derajat kemuliaan malah sebaliknya, padahal kunci keindahan yang sesungguhnya adalah jika sesorang merawat serta memperhatikan kecantikan dan keindahan hati. Inilah pangkal kemuliaan sebenarnya.

Rasulullah SAW pakaiannya tidak bertabur bintang penghargaan, tanda jasa, dan pangkat. Akan tetapi, demi Allah sampai saat ini tidak pernah berkurang kemuliaannya. Rasulullah SAW tidak menggunakan singgasana dari emas yang gemerlap, ataupun memiliki rumah yang megah dan indah. Akan tetapi, sampai detik ini sama sekali tidak pernah luntur pujian dan penghargaan terhadapnya, bahkan hingga kelak datang akhir zaman. Apakah rahasianya? Ternyata semua itu dikarenakan Rasulullah SAW adalah orang yang sangat menjaga mutu keindahan dan kesucian hatinya.

Rasulullah SAW bersabda, "Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu!" (HR. Bukhari dan Muslim).

Boleh saja kita memakai segala apapun yang indah-indah. Namun, kalau tidak memiliki hati yang indah,demi Allah tidak akan pernah ada keindahan yang sebenarnya. Karenanya jangan terpedaya oleh keindahan dunia. Lihatlah, begitu banyak wanita malang yang tidak mengenal moral dan harga diri. Mereka pun tidak kalah indah dan molek wajah, tubuh, ataupun penampilannya. Kendatipun demikian, mereka tetap diberi oleh Allah dunia yang indah dan melimpah.

Ternyata dunia dan kemewahan bukanlah tanda kemuliaan yang sesungguhnya karena orang-orang yang rusak dan durjana sekalipun diberi aneka kemewahan yang melimpah ruah oleh Allah. Kunci bagi orang-orang yang ingin sukses, yang ingin benar-benar merasakan lezat dan mulianya hidup, adalah orang-orang yang sangat memelihara serta merawat keindahan dan kesucian qalbunya.

Imam Al Ghazali menggolongkan hati ke dalam tiga golongan, yakni yang sehat (qolbun shahih), hati yang sakit (qolbun maridh), dan hati yang mati (qolbun mayyit).

Seseorang yang memiliki hati sehat tak ubahnya memiliki tubuh yang sehat. Ia akan berfungsi optimal. Ia akan mampu memilih dan memilah setiap rencana atas suatu tindakan, sehingga setiap yang akan diperbuatnya benar-benar sudah melewati perhitungan yang jitu berdasarkan hati nurani yang bersih.

Orang yang paling beruntung memiliki hati yang sehat adalah orang yang dapat mengenal Allah Azza wa Jalla dengan baik. Semakin cemerlang hatinya, maka akan semakin mengenal dia. Penguasa jagat raya alam semesta ini. Ia akan memiliki mutu pribadi yang begitu hebat dan mempesona. Tidak akan pernah menjadi ujub dan takabur ketika mendapatkan sesuatu, namun sebaliknya akan menjadi orang yang tersungkur bersujud. Semakin tinggi pangkatnya, akan membuatnya semakin rendah hati. Kian melimpah hartanya, ia akan kian dermawan. Semua itu dikarenakan ia menyadari, bahwa semua yang ada adalah titipan Allah semata. Tidak dinafkahkan di jalan Allah, pasti Allah akan mengambilnya jika Dia kehendaki.

Semakin bersih hati, hidupnya akan selalu diselimuti rasa syukur. Dikaruniai apa saja, kendati sedikit, ia tidak akan habis-habisnya meyakini bahwa semua ini adalah titipan Allah semata, sehingga amat jauh dari sikap ujub dan takabur. Persis seperti ucapan yang terlontar dari lisan Nabi Sulaiman AS, tatkala dirinya dianugerahi Allah berbagai kelebihan, "Haadzaa min fadhli Rabbii, liyabluwani a-asykuru am afkuru." (QS. An Naml [27] : 40). Ini termasuk karunia Tuhanku, untuk mengujiku apakah aku mampu bersyukur atau malah kufur atas nikmat-Nya.

Suatu saat bagi Allah akan menimpakkan ujian dan bala. Bagi orang yang hatinya bersih, semua itu tidak kalah terasa nikmatnya. Ujian dan persoalan yang menimpa justru benar-benar akan membuatnya kian merasakan indahnya hidup ini. Karena, orang yang mengenal Allah dengan baik berkat hati yang bersih, akan merasa yakin bahwa ujian adalah salah satu perangkat kasih sayang Allah, yang membuat seseorang semakin bermutu.

Dengan persoalan akan menjadikannya semakin bertambah ilmu. Dengan persoalan akan bertambahlah ganjaran. Dengan persoalan pula derajat kemuliaan seorang hamba Allah akan bertambah baik, sehingga ia tidak pernah resah, kecewa, dan berkeluh kesah karena menyadari bahwa persoalan merupakan bagian yang harus dinikmati dalam hidup ini.

Oleh karenanya, tidak usah heran orang yang hatinya bersih, ditimpa apapun dalam hidup ini, sungguh bagaikan air di relung lautan yang dalam. Tidak pernah akan berguncang walaupun ombak badai saling menerjang. Ibarat karang yang tegak tegar, dihantam ombak sedahsyat apapun tidak akan pernah roboh. Tidak ada putus asa, tidak ada keluh kesah berkepanjangan. Yang ada hanya kejernihan dan keindahan hati. Ia amat yakin dengan janji Allah, "Laa yukalifullahu nafasan illa wus’ahaa." (QS. Al Baqarah [2] : 286). Allah tidak akan membebani seseorang, kecuali sesuai dengan kesanggupannya. Pasti semua yang menimpa sudah diukur oleh-Nya. Mahasuci Allah dari perbuatan zhalim kepada hamba-hamba-Nya.

Ia sangat yakin bahwa hujan pasti berhenti. Badai pasti berlalu. Malam pasti berganti menjadi siang. Tidak ada satu pun ujian yang menimpa, kecuali pasti akan ada titik akhirnya. Ia tidak berubah bagai intan yang akan tetap kemilau walaupun dihantam dengan apapun jua.

Memang luar biasa orang yang memiliki hati yang bersih. Nikmat datang tak pernah membuatnya lalai bersyukur, sementara sekalipun musibah yang menerjang, sama sekali tidak akan pernah mengurangi keyakinan akan curahan kasih sayang-Nya. Semua itu dikarenakan ia bisa menyelami sesuatu secara lebih dalam atas musibah yang menimpa dirinya, sehingga tergapailah sang mutiara hikmah. Subhanallaah, sungguh teramat beruntung siapapun yang senantiasa berikhtiar dengan sekuat-kuatnya untuk memperindah qolbunya.***


Read MorE...

Membangun Kredibilitas

PERTAMA : "Aku Harus Jujur Yang Terbukti dan Teruji"
Aku menyadari bahwa kejujuran adalah perilaku kunci yang sangat efektif untuk membangun kredibilitas atau bahkan sebaliknya menghancurkanku.

Karenanya aku tidak akan sekali-kali berbohong atau terpancing untuk menambah omongan sehingga menjadi dusta walau dengan gurauan sekalipun. Aku hanya akan mengatakan yang aku yakini kebenarannya.

Aku tidak akan pernah mengingkari janji, aku pastikan setiap janji yang kuucapkan sudah aku perhitungkan matang-matang, dan aku akan berusaha dengan keras untuk memenuhi janji itu walaupun harus berkorban banyak hal.

Aku akan tepat waktu dalam segala hal, tidak akan terlambat atau gemar menunda-nunda atau bahkan mengakhirkan padahal banyak kesempatan.

Akan kubiasakan untuk mempunyai fakta dan data yang jelas, bersikap terbuka serta tidak bertindak sembunyi-sembunyi atau menyembunyikan banyak hal (tentu saja kekecualian pada hal-hal yang menurut agama patut disembunyikan)

Aku harus pula memiliki kemampuan untuk mengevaluasi diri, memperbaiki dan bertanggung jawab dengan tulus terhadap apapun yang terjadi sehingga akan menjadikan pancaran yang akan turut menghapuskan kesalahan yang pernah kulakukan.

Aku tidak akan pernah patah semangat dan berputus asa, peluang untuk berubah sangat luas namun semua butuh proses, percayalah ALLOH Maha Pemberi Jalan dan sangat mudah baginya untuk memuliakan atau menjatuhkan siapapun.


KEDUA : "Aku Harus Cakap"
Aku menyadari bahwa walaupun kejujuran sudah teruji dan terbukti tapi apabila lalai dalam melaksanakan tugas, tetap akan merontokkan kredibilitas

Sehingga Aku menyadari sangatlah penting untuk memiliki selera dan tradisi berbuat, berkarya dengan semaksimal mungkin tidak hanya sesuai target bahkan kalau bisa lebih dari target.

Untuk menjadi cakap aku tahu kuncinya, yaitu harus melatih diri, mengembangkan kemampuan wawasan dan keterampilan secara kontinyu dan sistematis sehingga memiliki kesiapan memadai.

Setiap melakukan sesuatu aku mengawali segalanya dengan perencanaan yang baik karena perencanaan yang gagal berarti sama dengan merencanakan gagal. Mottoku "LEBIH BAIK BERSIMBAH KERINGAT dalam latihan, daripada BERSIMBAH DARAH DALAM PERTEMPURAN".

Aku selalu melakukan check and recheck. Hal ini agar kesempatan untuk melakukan kesalahan dapat aku minimalkan.

Segala sesuatu harus aku lakukan dengan kesungguhan, hati-hati dan cermat. Jangan menganggap remeh kelalaian dan kecerobohan karena ini adalah biangnya kesalahan dan kegagalan.

Dalam setiap tahapan aku harus mengevaluasi diri sebagai kontrol agar aku tidak kebablasan dalam melakukan kesalahan. Percayalah merenung sejenak akan membuat karyaku semakin bermutu.

Aku harus menyempurnakan amal, karena itu merupakan kenikmatan. Sekali lagi akan aku nikmati menyempurnakan apa yang bisa kulakukan.

Jikalau aku tergelincir melakukan kesalahan secara sengaja atau tidak sengaja maka aku tidak akan rontok seakan-akan habislah segala-galanya. Ingatlah kalau nasi sudah menjadi bubur, pola pikirku adalah menjadikan bubur itu menjadi bubur ayam spesial.


KETIGA : " Aku Harus Inovatif "
Aku menyadari bahwa segala sesuatu yang ada akan berubah, di dunia ini tidak ada satu pun yang tidak berubah, satu-satunya yang tetap adalah perubahan itu sendiri. Maka Aku siapkan diri untuk mengikuti perubahan, karena jikalau aku tidak bisa mengimbanginya, akan tergilaslah Aku oleh perubahan itu.

Amatlah rugi bagiku jika hari kemarin sama dengan hari ini, celakalah aku apabila hari ini lebih buruk dari kemarin, ini berarti aku akan tertinggal jauh dan sulit mengejar orang lain yang komit dengan perubahan.

Untuk bisa inovatif aku senantiasa banyak membaca dan menulis, sehingga kumiliki perpustakaan pribadi, kusediakan dana untuk membeli bahan bacaan, dan kuluangkan waktu untuk membacanya.

Akupun harus banyak berdiskusi dan membaca, caranya dengan kucari dan kumiliki banyak teman dari berbagai disiplin ilmu dan kubiasakan untuk terus mendapatkan masukan, baik dengan bertanya atau mendengarkan. Dan kuusahakan pula memiliki progaram silaturahim secara berkala dan terpola, sehingga perkembangan kemampuanku akan semakin terukur.

Akupun harus banyak melihat dan mengadakan studi banding (benchmark). Kunjunganku baik resmi ataupun tidak adalah ketempat yang dapat menambah wawasan, memancing inspirasi, membuka visi baru, yang pasti nuansa-nuansa baru
akan sangat membantu membangkitkan potensi yang lama terpendam.

Kumiliki waktu luang untuk merenung dan bertafakur tanpa mengganggu kegiatan rutinku. Kucari tempat yang nyaman, kupilih waktu yang tepat. Bagiku sebagai Ummat Islam, ALLOH telah menyediakan tempatnya yaitu tahajjud, dengan simbahan air wudlu, kemudian sujud dan menyerahkan diri. Hal ini berdampak sekali bagiku dalam pengevaluasian langkah yang lebih tepat ke depan.

Akupun harus banyak berbuat dan mencoba. Ku tidak pernah takut untuk mencoba. Guru terbaik bagiku adalah pengalaman.

Akupun harus banyak beribadah dan berdoa. Aku sadar bahwa penguasa segala sesuatu adalah ALLOH Azza wa Jalla.

Sungguh kapanpun akan mati aku telah siap dengan segala sesuatunya setelah aku berusaha mempersembahkan yang terbaik untuk ALLOH, insya Allah semoga apa yang telah kulakukan DAPAT BERMAKNA BAGI DUNIA dan BERARTI AKHIRAT NANTI.



Read MorE...

Manajemen Waktu

Satu desah nafas kita saat menjalani waktu demi waktu, merupakan langkah menuju kubur. Alangkah ruginya kita disaat menjalani sesuatu yang berharga kemudian kita sia-sia kan. Orang yang bodoh adalah jika diberikan modal maka modalnya dihamburkan dengan sia-sia. Begitu juga kita jika sudah diberi modal waktu, kemudian waktunya kita hambur-hamburkan maka kita termasuk orang yang bodoh.

Hikam :
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan menjalankan amal saleh dan saling menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS. Al-Ashr 1-3)

Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan baik amalannya, dan sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan jelek amalannya." (HR. Ahmad)

Orang yang pasti beruntung adalah orang yang mencari kebenaran, orang yang mengamalkan kebenaran, orang yang mendakwahkan kebenaran dan orang yang sabar dalam menegakan kebenaran. Mengatur waktu dengan baik agar tidak sia-sia adalah dengan mengetahui dan mempetakan, mana yang wajib, mana yang sunah dan mana yang mubah.

Ketenangan tidak harus dengan diam tapi ketenangan bisa kita dapatkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan sholat dan dzikir. Sekecil apapun perbuatan Rasulullah, bebas dari kesia-siaan, efektif dan penuh makna.

Ramadahan ini adalah wahana yang paling tepat bagi diri kita untuk memacu meningkatkan kualitas pemahaman kita terhadap kebenaran sehingga iman kita bertambah, meningkatkan kualitas amal-amal kita sehingga menjadi produktif, meningkatkan kualitas akhlak kita sehingga menjadi suri tauladan dan meningkatkan kualitas kesabaran kita dalam menetapi kebenaran.



Read MorE...

Manajemen Qolbu

Apa itu MQ? Sebenarnya tidak ada perbedaan antara MQ dengan metode dakwah Islam lainnya. di dalamnya pun tidak ada yang baru, semuanya merupakan penjabaran ajaran Islam. Hanya pembahasannya lebih diperdalam, dibeberkan dengan cara yang aktual, dengan inovasi dan kreativitas dakwah yang lebih sesuai dengan kebutuhan zaman. Inti pembelajarannya sendiri ada pada qolbu.


Di dalam tubuh ini ada akal, jasad, dan qolbu. Akal membuat orang bisa bertindak lebih efektif dan efisien dalam melakukan apa yang ia inginkan. Sedangkan tubuh bertugas melakukan apa yang diperintahkan oleh akal. Sebagai contoh, apabila akal menginginkan tubuh mampu berkelahi, maka tubuh akan berlatih agar menjadi kuat. Sayangnya, tidak sedikit orang yang cerdas, orang yang begitu gagah perkasa, tapi tidak menjadi mulia, bahkan sebagian diantaranya membuat kehinaan karena berbuat jahat. Mengapa? Sebab ada satu yang membimbing akal dan tubuh yang belum diefektifkan, itulah qolbu.

Kita ambil contoh lain, sebuah mikrofon bisa menjadi alat provokasi kejahatan, bisa juga jadi alat dakwah dan menyampaikan ilmu, sebuah mikrofon bisa juga menjadi alat bantu berbicara sehingga menjadi fasih, itulah fungsi mikrofon. Artinya, yang menentukan isi dari bahasa yang keluar darinya adalah qolbu. Dalam hal ini Rasulullah SAW menyebutkan bahwa di dalam tubuh ini ada segumpal daging yang jika ia baik maka baik pula yang lainnya, sebaliknya yang apabila ia jelek maka jeleklah semuanya. Dan yang dimaksud daging itu ialah Qolbu.

Jadi, yang terpenting dari manusia ternyata bukan kecerdasannya saja, tapi yang membimbing cerdasnya otak menjadi benar, yang membimbing kuatnya fisik menjadi benar. Disitulah fungsi qolbu. Oleh karenanya, menjadi cerdas belum tentu mulia, kecuali kecerdasannya dipakai untuk berbuat kebenaran. Menjadi kuat belum tentu mulia, kecuali kekuatannya di jalan yang benar.

Di dalam qolbu ini ada yang disebut potensi, faalhamahaa fujuu rahaa wa taqwaaha (QS. Asy Syams [91] : 8), "Dan diilhamkan kepadanya yang salah dan yang taqwa (benar)". Begitulah, qolbu ini punya potensi negatif dan potensi positif. Allah telah menyiapkan keduanya dengan adil. Dan disinilah pentingnya fungsi manajemen. Manajemen secara sederhana berarti pengelolaan dan pentadhiran. Sebuah sistem dengan manajemen yang baik, dengan pengelolaan yang baik, sekecil apapun potensi yang dimiliki, Insya Allah akan membuahkan hasil yang optimal.

Negara Singapura, misalnya, tidak punya Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, bahkan untuk mencukupi kebutuhan air minumnya saja, Singapura harus mengimpornya dari Johor, Malaysia. disisi lain ternyata mereka berhasil mengelola Sumber Daya Manusia (SDM)-nya, sehingga walaupun SDA-nya minim, tapi SDM-nya mampu diberdayakan secara optimal. Hasilnya, kini Singapura menjadi jauh lebih makmur daripada Indonesia yang alamnya sangat kaya raya. Mengapa? Ya, itu tadi, karena bangsa kita lemah dalam manajemennya.

Dapat dipahami pula bahwa kita tidak berakhlak mulia bukan karena tidak punya potensi, tapi karena manajemen diri kita yang masih buruk. Sungguh kita mampu mengelola otak kita menjadi cerdas, membaca dengan kecepatan 400 kpm, memiliki daya ingat yang kuat, yakinlah itu bisa dilakukan. Kita bisa kelola fisik sehingga mampu melakukan sebuah gerakan bela diri demikian sempurna, pukulannya demikian akurat, tapi itu tidak cukup kalau hatinya tidak dikelola dengan baik. Karena semua itu tidak akan memiliki nilai positif jika hatinya tidak dikelola dengan baik. Begitulah. Hati menentukan nilai; mulia atau hina. Jangan aneh bila ada orang cerdas, tapi tidak mulia hidupnya. Bukan karena kurang cerdas, tapi kecerdasannya tidak dibimbing oleh hatinya.

Oleh karena itulah, orang yang pandai mengelola hatinya, ketika tiba-tiba, misalnya, dihina orang, dia akan kelola penghinaan ini menjadi sesuatu yang mamfaat, "Ah, dia memang menghina, namun siapa tahu penghinaan ini bagian dari karunia Allah untuk memberitahu kekurangan saya, selain itu saya pun bisa melatih kesabaran, bedanya khan dia baru bisa menghina, saya bisa mengatakan yang baik kepadanya." Begitulah, sikap terhadap hinaan ternyata bergantung manajemen qolbunya. Saat lain ia diuji sedang sakit, lalu qolbunya kembali ia kelola dengan seoptimal-optimalnya. "Sakit bagi saya adalah proses evaluasi diri, proses pengguguran dosa", demikianlah ia pahamkan dihatinya tentang makna sakit. Akibatnya, sakit menjadi tidak menyengsarakan, melainkan penuh hikmah yang mendalam, karena dia berhasil mengelola hatinya.

Lelah, tersinggung, terhina, kekurangan uang, tertimpa penyakit, dan masih begitu banyak lagi masalah yang akan membuat orang menjadi goyah, tapi kalau terkelola hatinya, subhanallaah, ia akan tetap punya nilai produktif. Anehnya, banyak orang yang sangat sibuk memikirikan kecerdasannya, memikirkan kesehatan fisiknya, tapi sangat sedikit memikirkan kondisi hatinya. Kalaulah kita harus memilih, seharusnya kita banyak meluangkan waktu untuk memikirkan tentang qolbu ini. Karena jika qolbu ini baik, yang lainnya pun menjadi baik, Insya Allah.***


Read MorE...

Lupakan Jasa Dan Kebaikan Diri

Semakin kita sering menganggap diri penuh jasa dan penuh kebaikan pada orang lain, apalagi menginginkan orang lain tahu akan jasa dan kebaikan diri kita, lalu berharap agar orang lain menghargai, memuji, dan membalasnya maka semua ini berarti kita sedang membangun penjara untuk diri sendiri dan sedang mempersiapkan diri mengarungi samudera kekecewaan dan sakit hati.


Ketahuilah bahwa semakin banyak kita berharap sesuatu dari selain Allah SWT, maka semakin banyak kita akan mengalami kekecewaan. Karena, tiada sesuatu apapun yang dapat terjadi tanpa ijin Allah. Sesudah mati-matian berharap dihargai makhluk dan Allah tidak menggerakkan orang untuk menghargai, maka hati ini akan terluka dan terkecewakan karena kita terlalu banyak berharap kepada makhluk. Belum lagi kerugian di akhirat karena amal yang dilakukan berarti tidak tulus dan tidak ikhlas, yaitu beramal bukan karena Allah.

Selayaknya kita menyadari bahwa yang namanya jasa atau kebaikan kita terhadap orang lain, sesungguhnya bukanlah kita berjasa melainkan Allah-lah yang berbuat, dan kita dipilih menjadi jalan kebaikan Allah itu berwujud. Sesungguhnya terpilih menjadi jalan saja sudah lebih dari cukup karena andaikata Allah menghendaki kebaikan itu terwujud melalui orang lain maka kita tidak akan mendapat ganjarannya.

Jadi, ketika ada seseorang yang sakit, lalu sembuh berkat usaha seorang dokter. Maka, seberulnya bukan dokter yang menyembuhkan pasien tersebut, melainkan Allah-lah yang menyembuhkan, dan sang dokter dipilih menjadi jalan. Seharusnya dokter sangat berterima kasih kepada sang pasien karena selain telah menjadi ladang pahala untuk mengamalkan ilmunya, juga telah menjadi jalan rizki dari Allah baginya. Namun, andaikata sang dokter menjadi merasa hebat karena jasanya, serta sangat menuntut penghormatan dan balas jasa yang berlebihan maka selain memperlihatkan kebodohan dan kekurangan imannya juga semakin tampak rendah mutu kepribadiannya (seperti yang kita maklumi orang yang tulus dan rendah hati selalu bernilai tinggi dan penuh pesona). Selain itu, di akhirat nanti niscaya akan termasuk orang yang merugi karena tidak beroleh pahala ganjaran.

Juga, tidak selayaknya seorang ibu menceritakan jasanya mulai dari mengandung, melahirkan, mendidik, membiayai, dan lain-lain semata-mata untuk membuat sang anak merasa berhutang budi. Apalagi jika dilakukan secara emosional dan proporsional kepada anak-anaknya, karena hal tersebut tidak menolong mengangkat wibawa sang ibu bahkan bisa jadi yang terjadi adalah sebaliknya. Karena sesungguhnya sang anak sama sekali tidak memesan untuk dilahirkan oleh ibu, juga semua yang ibunya lakukan itu adalah sudah menjadi kewajiban seorang ibu.

Percayalah bahwa kemuliaan dan kehormatan serta kewibawaan aeorang ibu/bapak justru akan bersinar-sinar seiring dengan ketulusan ibu menjalani tugas ini dengan baik, Insya Allah. Allah-lah yang akan menghujamkan rasa cinta di hati anak-anak dan menuntunnya untuk sanggup berbalas budi.

Seorang guru juga harus bisa menahan diri dari ujub dan merasa berjasa kepada murid-muridnya. Karena memang kewajiban guru untuk mengajar dengan baik dan tulus. Dan memang itulah rizki bagi seseorang yang ditakdirkan menjadi guru. Karena setiap kebaikan yang dilakukan muridnya berkah dari tuntunan sang guru akan menjadi ganjaran tiada terputus dan dapat menjadi bekal penting untuk akhirat. Kita boleh bercerita tentang suka duka dan keutamaan mengajar dengan niat bersyukur bukan ujub dan takabur.

Perlu lebih hati-hati menjaga lintasan hati dan lebih menahan diri andaikata ada salah seorang murid kita yang sukses, jadi orang besar. Biasanya akan sangat gatal untuk mengumumkan kepada siapapun tentang jasanya sebagai gurunya plus kadang dengan bumbu penyedap cerita yang kalau tidak pada tempatnya akan menggelincirkan diri dalam riya dan dosa.

Andaikata ada sebuah mobil yang mogok lalu kita membantu mendorongnya sehingga mesinnya hidup dan bisa jalan dengan baik. Namun ternyata sang supir sama sekali tidak berterima kasih. Jangankan membalas jasa, bahkan menengok ke arah kita pun tidak sama sekali.. andaikata kita merasa kecewa dan dirugikan lalu dilanjutkan dengan acara menggerutu, menyumpahi, lalu menyesali diri plus memaki sang supir. Maka lengkaplah kerugiannya lahir maupun batin. Dan tentu saja amal pun jadi tidak berpahala dalam pandangan Allah karena tidak ikhlas, yaitu hanya berharap balasan dari makhluk.

Seharusnya yang kita yakini sebagai rizki dan keberuntungan kita adalah takdir diri ini diijinkan Allah bisa mendorong mobil. Silahkan bayangkan andaikata ada mobil yang mogok dan kita tidak mengetahuinya atau kita sedang sakit tidak berdaya, niscaya kita tidak mendapat kesempatan beramal dengan mendorong mobil. Atau diri ini sedang sehat perkasa tapi mobil tidak ada yang mogok, lalu kita akan mendorong apa?

Takdir mendorong mobil adalah investasi besar, yakni kalau dilaksanakan penuh dengan ketulusan niscaya Allah yang Maha Melihat akan membalasnya dengan balasan yang mengesankan. Bukankah kita tidak tahu kapan kita akan mendapatkan kesulitan di perjalanan, maka takdir beramal adalah investasi.

Mari kita bersungguh-sungguh untuk terus berbuat amal kebajikan sebanyak mungkin dan sesegera mungkin. Setelah itu mari kita lupakan seakan kita tidak pernah melakukannya, cukuplah Allah yang Maha Melihat saja yang mengetahuinya. Allah SWT pasti menyaksikannya dengan sempurna dan membalasnya dengan balasan yang sangat tepat baik waktu, bentuk, ataupun momentumnya. Salah satu ciri orang yang ikhlas menurut Imam Ali adalah senang menyembunyikan amalannya bagai menyembunyikan aib-aibnya.

Selamat berbahagia bagi siapapun yang paling gemar beramal dan paling cepat melupakan jasa dan kebaikan dirinya, percayalah hidup ini akan jauh lebih nikmat, lebih ringan, dan lebih indah. Insya Allah.***


Read MorE...

Kepompong Ramadhan

Semua amal anak Adam dapat dicampuri kepentingan hawa nafsu, kecuali shaum. Maka sesungguhnya shaum itu semata-mata untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya (Hr. Bukhari Muslim).

Pernahkan Anda melihat seekor ulat bulu? Bagi kebanyakan orang, ulat burlu memang menjijikkan bahkan menakutkan. Tapi tahukah Anda kalau masa hidup seekor ulat ini ternyata tidak lama. Pada saatnya nanti ia akan mengalami fase dimana ia harus masulk ke dalam kepompong selama beberapa hari. Setelah itu ia pun akan keluar dalam wujud lain : ia menjelma menjadi seekor kupu-kupu yang sangat indah. Jika sudah berbentuk demikian, siapa yang tidak menyukai kupu-kupu dengan sayapnya yang beraneka hiasan indah alami? Sebagian orang bahkan mungkin mencari dan kemudian mengoleksinya bagi sebagai hobi (hiasan) ataupun untuk keperluan ilmu pengetahuan.

Semua proses itu memperlihatkan tanda-tanda Kemahabesaran Allah. Menandakan betapa teramat mudahnya bagi Allah Azza wa Jalla, mengubah segala sesuatu dari hal yang menjijikkan, buruk, dan tidak disukai, menjadi sesuatu yang indah dan membuat orang senang memandangnya. Semua itu berjalan melalui suatu proses perubahan yang sudah diatur dan aturannya pun ditentukan oleh Allah, baik dalam bentuk aturan atau hukum alam (sunnatullah) maupun berdasarkan hukum yang disyariatkan kepada manusia yakin Al Qur'an dan Al Hadits.

Jika proses metamorfosa pada ulat ini diterjemahkan ke dalam kehidupan manusia, maka saat dimana manusia dapat menjelma menjadi insan yang jauh lebih indah, momen yang paling tepat untuk terlahir kemabli adalah ketika memasuki Ramadhan. Bila kita masuk ke dalam 'kepompong' Ramadhan, lalu segala aktivitas kita cocok dengan ketentuan-ketentuan "metamorfosa" dari Allah, niscaya akan mendapatkan hasil yang mencengangkan yakni manusia yang berderajat muttaqin, yang memiliki akhlak yang indah dan mempesona.

Inti dari badah Ramadhan ternyata adalah melatih diri agar kita dapat menguasai hawa nafsu. Allah SWT berfirman, "Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya." (QS. An Nazii'at [79] : 40 - 41).

Selama ini mungkin kita merasa kesulitan dalam mengendalikan hawa nafsu. Kenapa? Karena selama ini pada diri kita terdapat pelatihan lain yang ikut membina hawa nafsu kita ke arah yang tidak disukai Allah. Siapakah pelatih itu? Dialah syetan laknatullah, yang sangat aktif mengarahkan hawa nafsu kita. Akan tetapi memang itulah tugas syetan. apalagi seperti halnya hawa nafsu, syetan pun memiliki dimensi yang sama dengan hawa nafsu yakni kedua-duanya sama-sama tak terlihat. "Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka anggaplah ia sebagai musuhmu karena syetan itu hanya mengajak golongannya supaya menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala," demikian firman Allah dalam QS. Al Fathir [25] : 6).

Akan tetapi kita bersyukur karena pada bulan Ramadhan ini Allah mengikat erat syetan terkutuk sehingga kita diberi kesempatan sepenuhnya untuk bisa melatih diri mengendalikan hawa nafsu kita. Karenanya kesempatan seperti ini tidak boleh kita sia-siakan. Ibadah shaum kita harus ditingkatkan. Tidak hanya shaum atau menahan diri dari hawa nafsu perut dan seksual saja akan tetapi juga semua anggota badan kita lainnya agar mau melaksanakan amalan yang disukai Allah. Jika hawa nafsu sudah bisa kita kendalikan, maka ketika syetan dipelas kembali, mereka sudah tunduk pada keinginan kita. Dengan demikian, hidup kita pun sepenuhnya dapat dijalani dengan hawa nafsu yang berada dalam keridhaan-Nya. Inilah pangkal kebahagiaan dunia akhirat. Hal lain yang paling utama harus kita jaga juga dalam bulan yang sarat dengan berkah ini adalah akhlak. Barang siapa membaguskan akhlaknya pada bulan Ramadhan, Allah akan menyelamatkan dia tatkala melewati shirah di mana banyak kaki tergelincir, demikianlah sabda Rasulullah SAW.

Pada bulan Ramadhan ini, kita dianggap sebagai tamu Allah. Dan sebagai tuan rumah, Allah sangat mengetahui bagaimana cara memperlakukan tamu-tamunya dengan baik. Akan tetapi sesungguhnya Allah hanya akan memperlakukan kita dengan baik jika kita tahu adab dan bagaimana berakhlak sebagai tamu-Nya. Salah satunya yakni dengan menjaga shaum kita sesempurna mungkin. Tidak hanya sekedar menahan lapar dan dahaga belaka tetapi juga menjaga seluruh anggota tubuh kita ikut shaum.

Mari kita perbaiki segala kekurangan dan kelalaian akhlak kita sebagai tamu Allah, karena tidak mustahil Ramadhan tahun ini merupakan Ramadhan terakhir yang dijalani hidup kita, jangan sampai disia-siakan.

Semoga Allah Yang Maha Menyaksikan senantiasa melimpahkan inayah-Nya sehingga setelah 'kepompong' Ramadhan ini kita masuki, kita kembali pada ke-fitri-an bagaikan bayi yang baru lahir. Sebagaimana seekor ulat bulu yang keluar menjadi seekor kupu-kupu yang teramat indah dan mempesona, amiin.***



Read MorE...

Nasyid and Mp3 PoP

Nasyid Sebiru Hari ini

target="new">Geoziv"nasyid Sebiru hari ini
Read MorE...

Jumat, 09 April 2010

Ikhlas

Semoga Allah mengaruniakan kepada kita hati yang ikhlas. karena betapapun kita melakukan sesuatu hingga bersimbah peluh berkuah keringat, habis tenaga dan terkuras pikiran, kalau tidak ikhlas melakukannya, tidak akan ada nilainya di hadapan Allah. Bertempur melawan musuh, tapi kalau hanya ingin disebut sebagai pahlawan, ia tidak memiliki nilai apapun. Menafkahkan seluruh harta kalau hanya ingin disebut sebagai dermawan, ia pun tidak akan memiliki nilai apapun. Mengumandangkan adzan setiap waktu shalat, tapi selama adzan bukan Allah yang dituju, hanya sekedar ingin memamerkan keindahan suara supaya menjadi juara adzan atau menggetarkan hati seseorang, maka itu hanya teriakan-teriakan yang tidak bernilai di hadapan Allah, tidak bernilai!

Ikhlas, terletak pada niat hati. Luar biasa sekali pentingnya niat ini, karena niat adalah pengikat amal. Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan niat yang ada di dalam hatinya, siap-siaplah untuk membuang waktu, tenaga, dan harta dengan tiada arti. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi amat penting dan akan membuat hidup ini sangat mudah, indah, dan jauh lebih bermakna.

Apakah ikhlas itu? Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan pribadi atau imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan. Konsentrasi orang yang ikhlas cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT. Jadi ketika sedang memasukan uang ke dalam kotak infaq, maka fokus pikiran kita tidak ke kiri dan ke kanan, tapi pikiran kita terfokus bagaimana agar uang yang dinafkahkan itu diterima di sisi Allah.

Apapun yang dilakukan kalau konsentrasi kita hanya kepada Allah, itulah ikhlas. Seperti yang dikatakan Imam Ali bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah. Seorang pembicara yang tulus tidak perlu merekayasa kata-kata agar penuh pesona, tapi ia akan mengupayakan setiap kata yang diucapkan benar-benar menjadi kata yang disukai oleh Allah. Bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bisa dipertanggungjawabkan artinya. Selebihnya terserah Allah. Kalau ikhlas walaupun sederhana kata-kata kita, Allah-lah yang kuasa menghujamkannya kepada setiap qalbu.

Oleh karena itu, jangan terjebak oleh rekayasa-rekayasa. Allah sama sekali tidak membutuhkan rekayasa apapun dari manusia. Allah Mahatahu segala lintasan hati, Mahatahu segalanya! Makin bening, makin bersih, semuanya semata-mata karena Allah, maka kekuatan Allah yang akan menolong segalanya.

Buah apa yang didapat dari seorang hamba yang ikhlas itu? Seorang hamba yang ikhlas akan merasakan ketentraman jiwa, ketenangan batin. Betapa tidak? Karena ia tidak diperbudak oleh penantian untuk mendapatkan pujian, penghargaan, dan imbalan. Kita tahu bahwa penantian adalah suatu hal yang tidak menyenangkan. Begitu pula menunggu diberi pujian, juga menjadi sesuatu yang tidak nyaman. Lebih getir lagi kalau yang kita lakukan ternyata tidak dipuji, pasti kita akan kecewa.

Tapi bagi seorang hamba yang ikhlas, ia tidak akan pernah mengharapkan apapun dari siapapun, karena kenikmatan baginya bukan dari mendapatkan, tapi dari apa yang bisa dipersembahkan. Jadi kalau saudara mengepel lantai dan di dalam hati mengharap pujian, tidak usah heran jikalau nanti yang datang justru malah cibiran.

Tidak usah heran pula kalau kita tidak ikhlas akan banyak kecewa dalam hidup ini. Orang yang tidak ikhlas akan banyak tersinggung dan terkecewakan karena ia memang terlalu banyak berharap. Karenanya biasakanlah kalau sudah berbuat sesuatu, kita lupakan perbuatan itu. Kita titipkan saja di sisi Allah yang pasti aman. Jangan pula disebut-sebut, diingat-ingat, nanti malah berkurang pahalanya.

Lalu, dimanakah letak kekuatan hamba-hamba Allah yang ikhlas? Seorang hamba yang ikhlas akan memiliki kekuatan ruhiyah yang besar. Ia seakan-akan menjadi pancaran energi yang melimpah. Keikhlasan seorang hamba Allah dapat dilihat pula dari raut muka, tutur kata, serta gerak-gerik perilakunya. Kita akan merasa aman bergaul dengan orang yang ikhlas. Kita tidak curiga akan ditipu, kita tidak curiga akan dikecoh olehnya. Dia benar-benar bening dari berbuat rekayasa. Setiap tumpahan kata-kata dan perilakunya tidak ada yang tersembunyi. Semua itu ia lakukan tanpa mengharap apapun dari orang yang dihadapinya, yang ia harapakan hanyalah memberikan yang terbaik untuk siapapun.

Sungguh akan nikmat bila bergaul dengan seorang hamba yang ikhlas. Setiap kata-katanya tidak akan bagai pisau yang akan mengiris hati. Perilakunya pun tidak akan menyudutkan dan menyempitkan diri. Tidak usah heran jikalau orang ikhlas itu punya daya gugah dan daya ubah yang begitu dahsyat.

Dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad, sebagai berikut :

Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun menciptkana gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?"

Allah menjawab, "Ada, yaitu besi" (Kita mafhum bahwa gunung batu pun bisa menjadi rata ketika dibor dan diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang terbuat dari besi).

Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada besi?"

Allah yang Mahasuci menjawab, "Ada, yaitu api" (Besi, bahkan baja bisa menjadi cair, lumer, dan mendidih setelah dibakar bara api).

Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?"

Allah yang Mahaagung menjawab, "Ada, yaitu air" (Api membara sedahsyat apapun, niscaya akan padam jika disiram oleh air).

"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?" Kembali bertanya para malaikta.

Allah yang Mahatinggi dan Mahasempurna menjawab, "Ada, yaitu angin" (Air di samudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung, dan menjelma menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tersimbah dan menghempas karang, atau mengombang-ambingkan kapal dan perahu yang tengah berlayar, tiada lain karena dahsyatnya kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang teramat dahsyat).

Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?"

Allah yang Mahagagah dan Mahadahsyat kehebatan-Nya menjawab, "Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya."

Artinya, orang yang paling hebat, paling kuat, dan paling dahsyat adalah orang yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang dilakukannya bersih, tulus, dan ikhlas tanpa ada unsur pamer ataupun keinginan untuk diketahui orang lain.

Inilah gambaran yang Allah berikan kepada kita bagaimana seorang hamba yang ternyata mempunyai kekuatan dahsyat adalah hamba yang bersedekah, tetapi tetap dalam kondisi ikhlas. Karena naluri dasar kita sebenarnya selalu rindu akan pujian, penghormatan, penghargaan, ucapan terima kasih, dan sebagainya. Kita pun selalu tergelitik untuk memamerkan segala apa yang ada pada diri kita ataupun segala apa yang bisa kita lakukan. Apalagi kalau yang ada pada diri kita atau yang tengah kita lakukan itu berupa kebaikan.

Nah, sahabat. Orang yang ikhlas adalah orang yang punya kekuatan, ia tidak akan kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan penghargaan. Allaahuakbar.***

Su`udzon atau berburuk sangka dapat membuat hati kita menjadi busuk karena apapun yang kita sangka akan mempengaruhi cara kita berfikir, cara kita bersikap dan cara kita mengambil keputusan. Berbahagialah bagi orang-orang yang bisa berkhusnudzon atau berbaik sangka.

Hikam:
"Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu mencari kesalahan-kesalahan orang lain. Sukakah salah seorang diantara mu memakan daging saudaranya yang sudah menjadi bangkai, maka tentulah kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha menerima taubat lagi maha penyayang." (QS. Al-Hudzurot: 12)

"Aku ini bagaimana prasangka hambaku kalau ia berprasangka baik maka ia akan mendapat kebaikan, bila ia berprasangka buruk maka keburukan akan menimpanya."

Buruk sangka atau su`udzon dapat merusak hati kita, merusak kebahagiaan kita, merusak akhlak kita, juga merusak apa yang dijanjikan Allah kepada kita. Orang yang gemar berburuk sangka adalah sedusta-dustanya perkataan, dalam berbaik sangka atau husnudzon bukannya membenarkan kesalahan tapi minimal kita jadi tenang, kalau hati sudah tenang, pikiran jernih keputusan bisa kita ambil dengan sikap yang tepat. Tetapi husnudzon itu hanya kepada orang yang beriman karena jika husnudzon tidak menggunakan ilmu maka akan mendatangkan masalah buat kita.

Wanita dilarang oleh Allah sembarang menerima tamu laki-laki, karena itu akan membuat tidak aman dan akan mendatangkan fitnah bagi wanita tersebut. Oleh karena itu menerima tamu di depan rumah bagi wanita bukannya menghina tamu tapi demi keamanan dan menghindarkan fitnah dari orang lain. Jika kita berburuk sangka kepada orang dan orangnya sudah meninggal, maka yang kita lakukan adalah bertaubat dan minta ampun kepada Allah serta mendo`akan orang tersebut.

Mudah-mudahan kita bisa memiliki hati yang jernih dan akan mengakibatkan sikap kita pun menjadi jernih.



Read MorE...

Bersandar Hanya Kepada Allah

Tiada keberuntungan yang sangat besar dalam hidup ini, kecuali orang yang tidak memiliki sandaran, selain bersandar kepada Allah. Dengan meyakini bahwa memang Allah-lah yang menguasai segala-galanya; mutlak, tidak ada satu celah pun yang luput dari kekuasaan Allah, tidak ada satu noktah sekecil apapun yang luput dari genggaman Allah. Total, sempurna, segala-galanya Allah yang membuat, Allah yang mengurus, Allah yang menguasai.


Adapun kita, manusia, diberi kebebasan untuk memilih, "Faalhamaha fujuraha wataqwaaha", "Dan sudah diilhamkan di hati manusia untuk memilih mana kebaikan dan mana keburukan". Potensi baik dan potensi buruk telah diberikan, kita tinggal memilih mana yang akan kita kembangkan dalam hidup ini. Oleh karena itu, jangan salahkan siapapun andaikata kita termasuk berkelakuan buruk dan terpuruk, kecuali dirinyalah yang memilih menjadi buruk, naudzubillah.

Sedangkan keberuntungan bagi orang-orang yang bersandarnya kepada Allah mengakibatkan dunia ini, atau siapapun, terlampau kecil untuk menjadi sandaran baginya. Sebab, seseorang yang bersandar pada sebuah tiang akan sangat takut tiangnya diambil, karena dia akan terguling, akan terjatuh. Bersandar kepada sebuah kursi, takut kursinya diambil. Begitulah orang-orang yang panik dalam kehidupan ini karena dia bersandar kepada kedudukannya, bersandar kepada hartanya, bersandar kepada penghasilannya, bersandar kepada kekuatan fisiknya, bersandar kepada depositonya, atau sandaran-sandaran yang lainnya.

Padahal, semua yang kita sandari sangat mudah bagi Allah (mengatakan ‘
sangat mudah’ juga ini terlalu kurang etis), atau akan ‘sangat mudah sekali’ bagi Allah mengambil apa saja yang kita sandari. Namun, andaikata kita hanya bersandar kepada Allah yang menguasai setiap kejadian, "laa khaufun alaihim walahum yahjanun’, kita tidak pernah akan panik, Insya Allah.

Jabatan diambil, tak masalah, karena jaminan dari Allah tidak tergantung jabatan, kedudukan di kantor, di kampus, tapi kedudukan itu malah memperbudak diri kita, bahkan tidak jarang menjerumuskan dan menghinakan kita. kita lihat banyak orang terpuruk hina karena jabatannya. Maka, kalau kita bergantung pada kedudukan atau jabatan, kita akan takut kehilangannya. Akibatnya, kita akan berusaha mati-matian untuk mengamankannya dan terkadang sikap kita jadi jauh dari kearifan.

Tapi bagi orang yang bersandar kepada Allah dengan ikhlas, ‘ya silahkan ... Buat apa bagi saya jabatan, kalau jabatan itu tidak mendekatkan kepada Allah, tidak membuat saya terhormat dalam pandangan Allah?’ tidak apa-apa jabatan kita kecil dalam pandangan manusia, tapi besar dalam pandangan Allah karena kita dapat mempertanggungjawabkannya. Tidak apa-apa kita tidak mendapatkan pujian, penghormatan dari makhluk, tapi mendapat penghormatan yang besar dari Allah SWT. Percayalah walaupun kita punya gaji 10 juta, tidak sulit bagi Allah sehingga kita punya kebutuhan 12 juta. Kita punya gaji 15 juta, tapi oleh Allah diberi penyakit seharga 16 juta, sudah tekor itu.

Oleh karena itu, jangan bersandar kepada gaji atau pula bersandar kepada tabungan. Punya tabungan uang, mudah bagi Allah untuk mengambilnya. Cukup saja dibuat urusan sehingga kita harus mengganti dan lebih besar dari tabungan kita. Demi Allah, tidak ada yang harus kita gantungi selain hanya Allah saja. Punya bapak seorang pejabat, punya kekuasaan, mudah bagi Allah untuk memberikan penyakit yang membuat bapak kita tidak bisa melakukan apapun, sehingga jabatannya harus segera digantikan.

Punya suami gagah perkasa. Begitu kokohnya, lalu kita merasa aman dengan bersandar kepadanya, apa sulitnya bagi Allah membuat sang suami muntaber, akan sangat sulit berkelahi atau beladiri dalam keadaan muntaber. Atau Allah mengirimkan nyamuk Aides Aigepty betina, lalu menggigitnya sehingga terjangkit demam berdarah, maka lemahlah dirinya. Jangankan untuk membela orang lain, membela dirinya sendiri juga sudah sulit, walaupun ia seorang jago beladiri karate.

Otak cerdas, tidak layak membuat kita bergantung pada otak kita. Cukup dengan kepleset menginjak kulit pisang kemudian terjatuh dengan kepala bagian belakang membentur tembok, bisa geger otak, koma, bahkan mati.

Semakin kita bergantung pada sesuatu, semakin diperbudak. Oleh karena itu, para istri jangan terlalu bergantung pada suami. Karena suami bukanlah pemberi rizki, suami hanya salah satu jalan rizki dari Allah, suami setiap saat bisa tidak berdaya. Suami pergi ke kanotr, maka hendaknya istri menitipkannya kepada Allah.

"Wahai Allah, Engkaulah penguasa suami saya. Titip matanya agar terkendali, titip hartanya andai ada jatah rizki yang halal berkah bagi kami, tuntun supaya ia bisa ikhtiar di jalan-Mu, hingga berjumpa dengan keadaan jatah rizkinya yang barokah, tapi kalau tidak ada jatah rizkinya, tolong diadakan ya Allah, karena Engkaulah yang Maha Pembuka dan Penutup rizki, jadikan pekerjaannya menjadi amal shaleh."

Insya Allah suami pergei bekerja di back up oleh do’a sang istri, subhanallah. Sebuah keluarga yang sungguh-sungguh menyandarkan dirinya hanya kepada Allah. "Wamayatawakkalalallah fahuwa hasbu", (QS. At Thalaq [65] : 3). Yang hatinya bulat tanpa ada celah, tanpa ada retak, tanpa ada lubang sedikit pun ; Bulat, total, penuh, hatinya hanya kepada Allah, maka bakal dicukupi segala kebutuhannya. Allah Maha Pencemburu pada hambanya yang bergantung kepada makhluk, apalagi bergantung pada benda-benda mati. Mana mungkin? Sedangkan setiap makhluk ada dalam kekuasaan Allah. "Innallaaha ala kulli sai in kadir".

Oleh karena itu, harus bagi kita untuk terus menerus meminimalkan penggantungan. Karena makin banyak bergantung, siap-siap saja makin banyak kecewa. Sebab yang kita gantungi, "Lahaula wala quwata illa billaah" (tiada daya dan kekuatan yang dimilikinya kecuali atas kehendak Allah). Maka, sudah seharusnya hanya kepada Allah sajalah kita menggantungkan, kita menyandarkan segala sesuatu, dan sekali-kali tidak kepada yang lain, Insya Allah.


Read MorE...

Bila Hati Bercahaya

Adakah diantara kita yang merasa mencapai sukses hidup karena telah berhasil meraih segalanya : harta, gelar, pangkat, jabatan, dan kedudukan yang telah menggenggam seluruh isi dunia ini? Marilah kita kaji ulang, seberapa besar sebenarnya nilai dari apa-apa yang telah kita raih selama ini.

Di sebuah harian pernah diberitakan tentang penemuan baru berupa teropong yang diberi nama telescope Hubble. Dengan teropong ini berhasil ditemukan sebanyak lima milyar gugusan galaksi. Padahal yang telah kita ketahui selama ini adalah suatu gugusan bernama galaksi bimasakti, yang di dalamnya terdapat planet-planet yang membuat takjub siapa pun yang mencoba bersungguh-sungguh mempelajarinya. Matahari saja merupakan salah satu planet yang sangat kecil, yang berada dalam gugusan galaksi di dalam tata surya kita. Nah, apalagi planet bumi ini sendiri yang besarnya hanya satu noktah. Sungguh tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan lima milyar gugusan galaksi tersebut. Sungguh alangkah dahsyatnya.

Sayangnya, seringkali orang yang merasa telah berhasil meraih segala apapun yang dirindukannya di bumi ini – dan dengan demikian merasa telah sukses – suka tergelincir hanya mempergauli dunianya saja. Akibatnya, keberadaannya membuat ia bangga dan pongah, tetapi ketiadaannya serta merta membuat lahir batinnya sengsara dan tersiksa. Manakala berhasil mencapai apa yang diinginkannya, ia merasa semua itu hasil usaha dan kerja kerasnya semata, sedangkan ketika gagal mendapatkannya, ia pun serta merta merasa diri sial. Bahkan tidak jarang kesialannya itu ditimpakan atau dicarikan kambing hitamnya pada orang lain.

Orang semacam ini tentu telah lupa bahwa apapun yang diinginkannya dan diusahakan oleh manusia sangat tergantung pada izin Allah Azza wa Jalla. Mati-matian ia berjuang mengejar apa-apa yang dinginkannya, pasti tidak akan dapat dicapai tanpa izin-Nya. Laa haula walaa quwwata illaabillaah! Begitulah kalau orang hanya bergaul, dengan dunia yang ternyata tidak ada apa-apanya ini.

Padahal, seharusnya kita bergaul hanya dengan Allah Azza wa Jalla, Zat yang Maha Menguasai jagat raya, sehingga hati kita tidak akan pernah galau oleh dunia yang kecil mungil ini. Laa khaufun alaihim walaa hum yahjanuun! Samasekali tidak ada kecemasan dalam menghadapi urusan apapun di dunia ini. Semua ini tidak lain karena hatinya selalu sibuk dengan Dia, Zat Pemilik Alam Semesta yang begitu hebat dan dahsyat.

Sikap inilah sesungguhnya yang harus senantiasa kita latih dalam mempergauli kehidupan di dunia ini. Tubuh lekat dengan dunia, tetapi jangan biarkan hati turut lekat dengannya. Ada dan tiadanya segala perkara dunia ini di sisi kita jangan sekali-kali membuat hati goyah karena toh sama pahalanya di sisi Allah. Sekali hati ini lekat dengan dunia, maka adanya akan membuat bangga, sedangkan tiadanya akan membuat kita terluka. Ini berarti kita akan sengsara karenanya, karena ada dan tiada itu akan terus menerus terjadi.

Betapa tidak! Tabiat dunia itu senantisa dipergilirkan. Datang, tertahan, diambil. Mudah, susah. Sehat, sakit. Dipuji, dicaci. Dihormati, direndahkan. Semuanya terjadi silih berganti. Nah, kalau hati kita hanya akrab dengan kejadian-kejadian seperti itu tanpa krab dengan Zat pemilik kejadiannya, maka letihlah hidup kita.

Lain halnya kalau hati kita selalu bersama Allah. Perubahan apa saja dalam episode kehidupan dunia tidak akan ada satu pun yang merugikan kita. Artinya, memang kita harus terus menerus meningkatkan mutu pengenalan kita kepada Allah Azza wa Jalla.

Di antara yang penting yang kita perhatikan sekiranya ingin dicintai Allah adalah bahwa kita harus zuhud terhadap dunia ini. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Barangsiapa yang zuhud terhadap dunia, niscaya Allah mencintainya, dan barangsiapa yang zuhud terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya manusia mencintainya."

Zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak mempunyai hal-hal yang bersifat duniawi, melainkan kita lebih yakin dengan apa yang ada di sisi Allah daripada apa yang ada di tangan kita. Bagi orang-orang yang zuhud terhadap dunia, sebanyak apapun yang dimiliki sama sekali tidak akan membuat hati merasa tentram karena ketentraman itu hanyalah apa-apa yang ada di sisi Allah.

Rasulullah SAW bersabda, "Melakukan zuhud dalam kehidupan di dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula memboroskan kekayaan. Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti daripada apa yang ada pada Allah." (HR. Ahmad, Mauqufan)

Andaikata kita merasa lebih tentram dengan sejumlah tabungan di bank, maka berarti kita belum zuhud. Seberapa besar pun uang tabungan kita, seharusnya kita lebih merasa tentram dengan jaminan Allah. Ini dikarenakan apapun yang kita miliki belum tentu menjadi rizki kita kalau tidak ada izin Allah.

Sekiranya kita memiliki orang tua atau sahabat yang memiliki kedudukan tertentu, hendaknya kita tidak sampai merasa tentram dengan jaminan mereka atau siapa pun. Karena, semua itu tidak akan datang kepada kita, kecuali dengan izin Allah.

Orang yang zuhud terhadap dunia melihat apapun yang dimilikinya tidak menjadi jaminan. Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena walaupun tidak tampak dan tidak tertulis, tetapi Dia Mahatahu akan segala kebutuhan kita.jangan ukur kemuliaan seseorang dengan adanya dunia di genggamannya. Sebaliknya jangan pula meremehkan seseorang karena ia tidak memiliki apa-apa. Kalau kita tidak menghormati seseorang karena ia tidak memiliki apa-apa. Kalau kita menghormati seseorang karena kedudukan dan kekayaannya, kalau meremehkan seseorang karena ia papa dan jelata, maka ini berarti kita sudah mulai cinta dunia. Akibatnya akan susah hati ini bercahaya disisi Allah.

Mengapa demikian? Karena, hati kita akan dihinggapi sifat sombong dan takabur dengan selalu mudah membeda-bedakan teman atau seseorang yang datang kepada kita. Padahal siapa tahu Allah mendatangkan seseorang yang sederhana itu sebagai isyarat bahwa Dia akan menurunkan pertolongan-Nya kepada kita.

Hendaknya dari sekarang mulai diubah sistem kalkulasi kita atas keuntungan-keuntungan. Ketika hendak membeli suatu barang dan kita tahu harga barang tersebut di supermarket lebih murah ketimbang membelinya pada seorang ibu tua yang berjualan dengan bakul sederhananya, sehingga kita mersa perlu untuk menawarnya dengan harga serendah mungkin, maka mulailah merasa beruntung jikalau kita menguntungkan ibu tua berimbang kita mendapatkan untung darinya. Artinya, pilihan membeli tentu akan lebih baik jatuh padanya dan dengan harga yang ditawarkannya daripada membelinya ke supermarket. Walhasil, keuntungan bagi kita justru ketika kita bisa memberikan sesuatu kepada orang lain.

Lain halnya dengan keuntungan diuniawi. Keuntungan semacam ini baru terasa ketika mendapatkan sesuatu dari orang lain. Sedangkan arti keuntungan bagi kita adalah ketika bisa memberi lebih daripada yang diberikan oleh orang lain. Jelas, akan sangat lain nilai kepuasan batinnya juga.

Bagi orang-orang yang cinta dunia, tampak sekali bahwa keuntungan bagi dirinya adalah ketika ia dihormati, disegani, dipuji, dan dimuliakan. Akan tetapi, bagi orang-orang yang sangat merindukan kedudukan di sisi Allah, justru kelezatan menikmati keuntungan itu ketika berhasil dengan ikhlas menghargai, memuliakan, dan menolong orang lain. Cukup ini saja! Perkara berterima kasih atau tidak, itu samasekali bukan urusan kita. Dapatnya kita menghargai, memuliakan, dan menolong orang lain pun sudah merupakan keberuntungan yang sangat luar biasa.

Sungguh sangat lain bagi ahli dunia, yang segalanya serba kalkulasi, balas membalas, serta ada imbalan atau tidak ada imbalan. Karenanya, tidak usah heran kalau para ahli dunia itu akan banyak letih karena hari-harinya selalu penuh dengan tuntutan dan penghargaan, pujian, dan lain sebagainya, dari orang lain. Terkadang untuk mendapatkan semua itu ia merekayasa perkataan, penampilan, dan banyak hal demi untuk meraih penghargaan.

Bagi ahli zuhud tidaklah demikian. Yang penting kita buat tatanan kehidupan ini seproporsional mungkin, dengan menghargai, memuliakan, dan membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun. Inilah keuntungan-keuntungan bagi ahli-ahli zuhud. Lebih merasa aman dan menyukai apa-apa yang terbaik di sisi Allah daripada apa yang didapatkan dari selain Dia.

Walhasil, siapapun yang merindukan hatinya bercahaya karena senantiasa dicahayai oleh nuur dari sisi Allah, hendaknya ia berjuang sekuat-kuatnya untuk mengubah diri, mengubah sikap hidup, menjadi orang yang tidak cinta dunia, sehingga jadilah ia ahli zuhud.

"Adakalanya nuur Illahi itu turun kepadamu," tulis Syaikh Ibnu Atho’illah dalam kitabnya, Al Hikam, "tetapi ternyata hatimu penuh dengan keduniaan, sehingga kembalilah nuur itu ke tempatnya semula. Oleh sebab itu, kosongkanlah hatimu dari segala sesuatu selain Allah, niscaya Allah akan memenuhinya dengan ma’rifat dan rahasia-rahasia."

Subhanallaah, sungguh akan merasakan hakikat kelezatan hidup di dunia ini, yang sangat luar biasa, siapapun yang hatinya telah dipenuhi dengan cahaya dari sisi Allah Azza wa Jalla. "Cahaya di atas cahaya. Allah membimbing (seorang hamba) kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki ..." (QS. An Nuur [24] : 35).



Read MorE...

Diam Itu Emas

Dalam upaya mendewasakan diri kita, salah satu langkah awal yang harus kita pelajari adalah bagaimana menjadi pribadi yang berkemampuan dalam menjaga juga memelihara lisan dengan baik dan benar. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata benar atau diam.", hadits diriwayatkan oleh Bukhari.

1. Jenis-jenis Diam
Sesungguhnya diam itu sangat bermacam-macam penyebab dan dampaknya. Ada yang dengan diam jadi emas, tapi ada pula dengan diam malah menjadi masalah. Semuanya bergantung kepada niat, cara, situasi, juga kondisi pada diri dan lingkungannya. Berikut ini bisa kita lihat jenis-jenis diam:

a. Diam Bodoh
Yaitu diam karena memang tidak tahu apa yang harus dikatakan. Hal ini bisa karena kekurangan ilmu pengetahuan dan ketidakmengertiannya, atau kelemahan pemahaman dan alasan ketidakmampuan lainnya. Namun diam ini jauh lebih baik dan aman daripada memaksakan diri bicara sok tahu.

b. Diam Malas
Diam jenis merupakan keburukan, karena diam pada saat orang memerlukan perkataannya, dia enggan berbicara karena merasa sedang tidak mood, tidak berselera atau malas.

c. Diam Sombong
Ini pun termasuk diam negatif karena dia bersikap diam berdasarkan anggapan bahwa orang yang diajak bicara tidak selevel dengannya.

d. Diam Khianat
Ini diamnya orang jahat karena dia diam untuk mencelakakan orang lain. Diam pada saat dibutuhkan kesaksian yang menyelamatkan adalah diam yang keji.

e. Diam Marah
Diam seperti ini ada baiknya dan adapula buruknya, baiknya adalah jauh lebih terpelihara dari perkataan keji yang akan lebih memperkeruh suasana. Namun, buruknya adalah dia berniat bukan untuk mencari solusi tapi untuk memperlihatkan kemurkaannya, sehingga boleh jadi diamnya ini juga menambah masalah.

f. Diam Utama (Diam Aktif)
Yang dimaksud diam keutamaan adalah bersikap diam hasil dari pemikiran dan perenungan niat yang membuahkan keyakinan bahwa engan bersikap menahan diri (diam) maka akan menjadi maslahat lebih besardibanding dengan berbicara.

2. Keutamaan Diam Aktif

a. Hemat Masalah
Dengan memilih diam aktif, kita akan menghemat kata-kata yang berpeluang menimbulkan masalah.

b. Hemat dari Dosa
Dengan diam aktif maka peluang tergelincir kata menjadi dosapun menipis, terhindar dari kesalahan kata yang menimbulkan kemurkaan Allah.

c. Hati Selalu Terjaga dan Tenang
Dengan diam aktif berarti hati akan terjaga dari riya, ujub, takabbur atau aneka penyakit hati lainnya yang akan mengeraskan dan mematikan hati kita.

d. Lebih Bijak
Dengan diam aktif berarti kita menjadi pesdengar dan pemerhati yang baik, diharapkan dalam menghadapi sesuatu persoalan, pemahamannya jauh lebih mendaam sehingga pengambilan keputusan pun jauh lebih bijak dan arif.

e. Hikmah Akan Muncul
Yang tak kalah pentingnya, orang yang mampu menahan diri dengan diam aktif adalah bercahayanya qolbu, memberikan ide dan gagasan yang cemerlang, hikmah tuntunan dari Allah swtakan menyelimuti hati, lisan, serta sikap dan perilakunya.

f. Lebih Berwibawa
Tanpa disadari, sikap dan penampilan orang yang diam aktif akan menimbulkan wibawa tersendiri. Orang akan menjadi lebih segan untuk mempermainkan atau meremehkan.


Selain itu, diam aktif merupakan upaya menahan diri dari beberapa hal, seperti:

1. Diam dari perkataan dusta
2. Diamdari perkataan sia-sia
3. Diam dari komentar spontan dan celetukan
4. Diam dari kata yang berlebihan
5. Diam dari keluh kesah
6. Diam dari niat riya dan ujub
7. Diam dari kata yang menyakiti
8. Diam dari sok tahu dan sok pintar

Mudah-mudahan kita menjadi terbiasa berkata benar atau diam. Semoga pula Allah ridha hingga akhir hayat nanti, saat ajal menjemput, lisan ini diperkenankan untuk mengantar kepergian ruh kita dengan sebaik-baik perkataan yaitu kalimat tauhiid "laa ilaha illallah" puncak perkataan yang menghantarkan ke surga. Aamiin



Read MorE...

Jumat, 02 April 2010

Waspadai Tipu Daya Setan

Sahabat, sesungguhnya dengan berakhirnya bulan Ramadhan yang mulia ini, kita harus merasa sangat sedih karena siapa tahu kita tidak akan berjumpa lagi dengan Ramadhan yang akan datang. Padahal peluang kita untuk bisa mulia dengan menggunakan sarana bulan ini luar biasa besarnya. Satu hal lagi yang perlu diwaspadai yaitu setan terkutuk, dilepas kembali. Ketika adzan Maghrib berkumandang menjelang malam takbiran, itulah saatnya belenggu setan dibuka. Setan kembali lagi bebas dan pasti tidak ada lagi pekerjaannya selain untuk menyesatkan anak cucu Adam. Betapa tidak! Setan tidak terlihat wujudnya tetapi hasilnya jelas nyata. Akibatnya siapa saja yang tergoda dan dirasuki bisikannya, pasti akan sengsara di dunia maupun di akhirat. Setan pun tidak punya pekerjaan lain selain menipu dan menjerumuskan manusia. Sedangkan kita begitu tersibuki oleh berbagai kegiatan duniawi. Sementara itu sang setan ternyata banyak sekali temannya sehingga dengan mudah dapat mengganggu kita sedangkan kita seorang diri melawannya. Karenanya jangan heran kalau banyak manusia di dunia ini menjadi korban tipu muslihat setan. Bisa jadi termasuk kita sendiri. Naudzubillaah!

Oleh karena itu, berikut ini kita akan ungkapkan beberapa tipuan setan yang mungkin akan segera menyergap kita. Satu hal yang harus kita ketahui bahwa kendaraan setan yang telah tersedia pada setiap diri anak Adam adalah nafsu.

Jadi, setan tidak akan mengakali kita kecuali lewat hawa nafsu. Sedangkan nafsu mempunyai tiga macam tabiat, yakni :

Pertama, hawa nafsu itu senang akan penghargaan, pujian, kemuliaan, kehormatan, dan harga diri. Setan senantiasa akan memperdaya diri kita melalui harga diri dan kehormatan. Demi mempertahankan kehormatan dan harga diri biasanya kita akan dibisiki setan untuk selalu berpenampilan hebat dengan pakainan mahal-mahal, kendaraan mewah dan sebagainya. Pendek kata, dari hari ke hari kita akan disibukkan oleh tipuan setan tersebut sehingga tidak akan segan-segan untuk mengeluarkan uang berapapun hanya karena ingin dihargai manusia tanpa peduli bagaimanan pertimbangan hisabnya di akhirat kelak.

Bukan tidak boleh kita menjaga penampilan, karena tampil dan serasi itu bagus. Bahkan Syeikh Abdul Qadir, seorang tokoh tasawuf dan ulama salaf, kalau bepergian selalu menjaga kebersihan dan penampilan. Akan tetapi, ia benar-benar memperhitungkan timbangan hisabnya.

Berbeda halnya dengan orang yang sudah terkelabui setan. Ia tak akan pernah peduli dengan pertimbangan hisab di akhirat. Shidqah sedikit, atau bahkan tidak pernah, tetapi kalau belanja ke supermarket habis-habisan. Pergi ke tempat ibadah jarang-jarang, tetapi bertamasya ke tempat-tempat yang jauh dan menghabiskan biaya besar seolah telah menjadi kegiatan rutin.

Demi menjaga harga diri dan gengsi biasanya kita sering over acting. Jika marah tampak lebih emosional agar mereka tahu bahwa kita adalah orang yang berkuasa dan mempunyai kedudukan. Bahkan tidak jarang dengan mudahnya meremehkan dan merendahkan orang lain hanya untuk menunjukkan bahwa kita bukan remeh dan tidak rendah. Semua itu adalah tipuan setan belaka!

Oleh karena itu, supaya kita tidak terjerumus menjadi orang yang sombong dan takabur, kuncinya adalah tawadhu karena sesungguhnyalah kemuliaan itu datang dari kerendahan hati. Bukankah kita sendiri merasa muak melihat orang yang sombong, penuh keangkuhan, dan gemar menyebut-nyebut kehebatan dirinya?

Kedua, setan selalu membisiki kita agar mengumbar nikmat. Semua indera kita ini memang sangat senang akan aneka nikmat, seperti nikmat syahwat, makanan, keindahan, perkataan, dan lain-lain.

Nikmat makanan membuat kita semakin banyak berkeinginan untuk memakan makanan yang enak-enak, tidak peduli halal atau haram. Oleh karenanya, disunnahkan melaksanakan shaum selama enam hari mulai hari kedua setelah Idul Fitri, yang pahalanya sama dengan shaum setahun.

Nikmat pendengaran membuat kita cenderung untuk senang mendengarkan musik. Karenanya, kita harus mengimbanginya dengan sering-sering mendengarkan pengajian dan ceramah.

Bagi yang suka berpacaran, biasanya cenderung hanya unyuk mencari kenikmatan dan kepuasan syahwat belaka. Mata ini memang suka kepada sesuatu yang cantik dan indah, sehingga banyak membuat kita berkeinginan untuk melihat wanita baik langsung maupun yang terpampang di majalah-majalah dan iklan-iklan di televisi. Karenanya, nafsu syahwat ini harus mampu kita tahan karena mengumbar kenikmatan itu ibarat meminum air laut, semakin banyak diminum, semakin haus kita dibuatnya.

Sementara itu, nikmat mulut membuat kita cenderung ingin selalu berbicara banyak-banyak. Bila sudah berbicara, sungguh terasa nikmat, sehingga tak ingin berhenti. Oleh karena itu, kita harus mampu menahan dan mengimbanginya dengan bayak-banyak bertadarus Al Qur’an.

Sahabat, ketahuilah bahwa semua yang cenderung nikmat itu akan selalu terus menerus dikejar setan, sehingga dapat melenakan kita. Kuncinya adalah berusaha menahan diri jangan sampai setiap keinginan kita dilanjutkan. Hendaknya setiap kita akan melaksanakan sesuatu itu bertanya dulu. Apakah makanan ini halal, haram, atau syubhat? Kalau boleh dimakan, makanlah jangan sampai berlebihan. Semua ini tiada lain untuk melatih diri kita agar tidak sampai diperbudak oleh hawa nafsu yang sudah dikendalikan setan.

Ketiga, hawa nafsu paling malas kepada taat. Setan pasti akan selalu memperdaya agar malas kepada taat. Shalat malas, pergi ke masjid malas, apalagi tahajud, sangat enggan untuk bangun tidur. Baca Qur’an malas. Kalau pun kita bershidqah, pasti akan dibisiki setan agar menjadi riya.

Memang, kita akan sangat mudah diperdaya setan melalui sarana sifat malas ini. Karena hanya sifat ini yang sangat mudah dimainkan sang setan. Saat muncul rasa malas untuk beribadah, biasanya otak pun ikut berputar segera mencarikan dalih ataupun alasan yang dipandang logis dan rasional, sehingga yang nampak nantinya bahwa enggan mengerjakan sesuatu ibadah itu karena memang jelas alasannya, bukan lantaran malas. Ah, betapa setan pintar sekali mengelabui kita.

Nah, untuk memblokade bisikan setan tersebut, usahakanlah kita selalu segera berbuat hal sebaliknya dari yang diingini si malas. Bila kita mendengar adzan berkumandang, maka usahakanlah sekuat tenaga menunda atau menghentikan pekerjaan yang sedang digarap, untuk kemudian lekas-lekas pergi ke masjid. Bahkan akan lebih baik lagi jika kita selalui mengetahui jadwal waktu shalat, lalu menetapkan 15 menit sebelum tiba waktu shalat, kita sudah menghentikan segala bentuk pekerjaan untuk bersiap-siap pergi ke masjid.

Demikian juga kalau malam tiba, tetap mengusahakan sepertiga akhir malam untuk mendirikan shalat tahajud karena dengan tahajud hidup kita akan terpelihara dalam kemuliaan. Setiap pagi usahakan menyediakan uang receh untuk diinfaqkan karena dengan infaq kita akan tertolak dari bencana dan mati dalam keadaan suul khatimah. Usahakan pula kita selalu membawa Qur’an kecil untuk dibaca sewaktu-waktu di sela-sela pekerjaan kita. Bila kita istiqamah membacanya walaupun hanya beberapa ayat saja, Insya Allah akan menjadi karomah bagi kita. Semua ini merupakan ikhtiar kita dalam menghadang gempuran-gempuran setan yang memang tak kenal lelah.

Ingatlah bahwa setan hanya mampu mempengaruhi kita dengan bisikan. Tak ada setan yang menerkam kita. Hati ini menjadi rusak karena kita kalah dan tak berdaya menghadapi bisikannya yang memang tidak terasa dan tanpa kita sadari. Oleh karena itu, bila muncul rasa malas untuk beribadah, itu berarti bisikkan setan tengah merasuk menguasai hati. Segeralah lawan dengan segenap kemampuan dengan cara melakukan ibadah yang dimalaskan tersebut. Sekali lagi, bangun dan lawan!

Latihlah diri kita agar jangan sampai diperbudak oleh segala bentuk kenikmatan. Latihlah diri kita agar selalu dalam keadaan taat kepada Allah. Dan jangan lupa, berlindunglah selalu kepada-Nya dari segala godaan setan yang terkutuk, niscaya kita akan diberi kekuatan untuk terhindar dari segala tipuan setan. Insya Allah!***



Read MorE...

Program Perbaikan Diri

Ya Allah, Wahai Yang Maha Mendengar jadikan pertemuan ini membuat kami mampu mengenal diri kami, tuntun kami untuk memperbaiki yang salah, bukakan hati kami untuk dapat mengenal jalan hidup kami, jadikan setiap langkah kami benar-benar tepat di jalan yang Engkau sukai sehingga tiada yang kami tuju selain hanya Engkau Yang Maha Menatap. Amiin Ya Robbal’
alamin.

Saudara-saudaraku Sekalian,
Program yang harus dimiliki oleh dai agar ia sukses adalah cukup dengan tiga (i) yaitu terdiri dari ; pertama dai yang sukses adalah dai yang mendakwahi diri sendiri, kedua adalah dai yang berdakwah dengan bukti, ketiga adalah dai yang berdakwah dari hati ke hati. Kalau dengan membawa program ini dalam berdakwah insya Allah akan efektif.

Kalau kita selalu berorientasi memikirkan keluar dari diri kita, semua yang kita katakan akan jadi bumerang. Ingat dalilnya "Semua harus berawal dari diri sendiri". Usahakan dakwah dengan kata-kata yang sederhana, jangan pakai kata-kata yang rumit. Cari kata yang sederhana dan sarat makna yang sesuai dengan perbuatan kita yang berbicara.

Program yang paling sulit dilakukan oleh seorang dai adalah mendakwahi dirinya sendiri. Ingin merubah istri, anak, karyawan kuncinya adalah merubah diri. Kalau orang tidak merubah dirinya, dia pasti akan sulit dengan perubahan yang terus terjadi setiap hari dalam hidupnya.

Ciri orang yang tidak bisa merubah diri adalah emosional. Semua masalah dalam hidup ini akan lenyap kalau punya tingkat kearifan. Makin tua kita seharusnya makin serius belajarnya. "Barangsiapa yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin maka akan beruntung". Maka dari itu makin hari kita harus makin baik kalau tidak kita akan menghadang bencana.

Setiap orang itu harus punya keyakinan dalam diri bahwa "Jika saya tidak berubah maka saya akan celaka", "Jika saya tidak merubah diri maka saya tidak akan merubah apapun/siapapun", "Jika saya tidak merubah diri berarti saya akan menghancurkan hidup saya".

Perubahan adalah kesuksesan, Perubahan akan membuat hidup tenang, keberhasilan, keselamatan, dan juga merupakan kunci kedekatan dengan Allah.

Kita itu terpaku pada keadaan yang belum tentu benar. Kalau kita mau perubahan kita harus mengetahui apa yang harus dirubah. Kuncinya yang pertama adalah kita harus punya keberanian untuk mengetahui kekurangan diri kita sendiri. Dengan memiliki hal ini akan lebih mudah dalam merubah diri. Miliki juga keberanian untuk mencari kekurangan. Kunci sukses dalam semua hal adalah memperbaiki diri.

Sebesar apapun dosa kita, pengampunan Allah lebih besar lagi kepada orang yang tobat dan bukti tobat adalah kegigihan memperbaiki diri. Milikilah kawan kontributor kekurangan kita, bacalah buku yang banyak mengenai penyakit hati, luangkan waktu untuk mencatat kekurangan diri.

Setelah itu tahapan selanjutnya adalah Riyadoh atau latihan. Dalam latihan harus ada program yang harus kita jalankan, contohnya seperti yang dilakukan oleh Imam Khomaeni yaitu program harian melenyapkan penyakit hati, misalnya sehari shaum bicara. Saya hanya mau menyatakan hal yang baik, bermanfaat, dan kata-kata yang terpilih hari ini, besok boleh terserah. Setiap selesai sholat kembali evaluasi lalu bertobat jadi kita bertemu dengan perbaikan setiap waktu. Contoh lainnya sehari tanpa marah.

Pertanyaannya kapan kita akan mendakwai orang lain? Justru dengan kita memperbaiki diri, orang lain melihat kita dan berdampak kepada orang lain. Contoh lainnya adalah kita latihan agar setiap uang yang kita dapat, kita sisihkan untuk amal.

Inilah jihad kita. Kalau kita tidak pernah memulai, omongan kita akan kosong. Inilah seninya memang butuh waktu menyadarkan orang lain, yang terpenting adalah kita sadar terlebih dahulu.

Kalau rumus kita untuk membangun bangsa maka tumbuhkan dahulu keinginan untuk membangun diri sendiri kemudian keluarga baru kemudian bangsa. Insya Allah nantinya akan hadir pemimpin dari bapak yang sadar membina keluarga.

Rekan-rekan Sekalian,
Pilihlah riadoh yang isinya bersifat realistik dan lakukan secara bertahap. Terus saja lakukan setiap hari memperbaiki diri, di kantor, dalam mendidik anak. Sabarlah dalam memperbaiki diri dan melihat bahwa setiap hari orang dilahirkan dengan karakteristik yang berbeda-beda. Sangat mungkin memakan waktu bisa satu bulan, dua bulan bahkan setahun. Hal yang terpenting adalah diberi istiqomah dalam memperbaiki diri bukankanlah hasil yang terpenting, setiap hasil kita serahkan saja kepada Allah untuk menilai. "Kalau orang bersungguh-sungguh menuju Allah, maka Allah akan lebih bersungguh-sungguh lagi menunjukkan jalanNya".

Marilah kita bangkit membangun bangsa ini dimulai dari kita-kita saja dahulu. Benahi diri kita dengan baik sampai kita benar-benar dapat mengontrol diri kita sendiri. Mulai dari mencoba menahan pandangan dengan menundukkan pandangan. Kemudian latih diri kita dalam menahan pendengaran yang menjadikankan jauh dari Allah. Menahan mulut jangan mencela, jangan komentar, dan jangan mengeluh. Teruslah kendalikan pendengaran, mulut dan pandangan.

Kalau kita sudah dapat mengendalikan diri dengan baik, berbicara akan enak, bergaul akan enak. Kita dapat lebih banyak menyelesaikan masalah dimanapun kita berada. Ketika kita jadi orang tua yang bermasalah, kita akan menghancurkan anak-anak kita, kita jadi bos yang bermasalah, kita akan menghancurkan kantor kita.

Jadi walaupun negara benar kalau kita tidak benar, kita sendirilah yang merusaknya. Solusi yang tepat untuk menyehatkan bangsa ini adalah teruslah memperbaiki diri, jangan lewatkan hari tanpa perbaikan, tiada hati tanpa tambah ilmu, tiada hari tanpa riadoh. Mungkin kita akan tuai hasilnya satu sampai dua tahun kedepan. Keluarga jadi dekat dan akrab, anak-anak menuju pada kesolehan, dan hubungan dengan tetangga jadi sinergi.

Mari kita buat program latihan setiap hari. Harus ada karya nyata yang jelas dari kita.

Walhamdulillahi Robbil’alamin.


Read MorE...

Getaran Allah Di Padang Arafah

Saudaraku para tamu Allah dan juga saudaraku di Tanah Air yang kali ini atas izin Allah bisa merasakan getaran orang-orang yang bersyukur di tanah Arafah. Inilah saat yang paling dirindukan oleh orang-orang yang beriman, saat diundang ke tanah di mana Allah menghadapkan hamba-hamba-Nya kepada para malaikat di hari Arafah. Pada saat inilah Allah menjanjikan pembebasan dari api jahanam sebanyak-banyak hamba-hamba-Nya. Dan pada hari ini Allah juga menjanjikan diampuni lumuran dosa-dosa, dihapus aib-aib yang menyelimuti, kerak-kerak kenistaan disingkirkan, dibukanya lembaran-lembaran baru yang putih bersih.

Saudaraku para tamu Allah. Begitu banyak orang yang bertawakal dan bersimpuh di hadapan Allah. Diseluruh pelosok negeri. Mungkin di pedesaan, di lereng-lereng, maupun dipersawahan. Mereka ini mungkin siang malam bersandar kepada Allah. Mereka tiada henti memuja Allah. Bahkan mungkin bisa jadi kedudukan mereka lebih tinggi di sisi Allah dibanding kita yang sehari-hari melumuri diri dengan dosa, lebih banyak dipakai memuaskan diri kita dibanding memuaskan perintah Allah. Tapi sampai sekarang mereka belum pernah merasakan nikmatnya jamuan Allah di Arafah ini. Inilah saatnya kita harus merasa malu. Karena, lebih banyak orang yang berhak wukuf di Arafah ini dibanding kita.

Kita lihat orang di keningnya berbekas dengan bekas sujud hanya bisa menangis sepanjang hayatnya untuk bisa dijamu oleh Allah di Padang Arafah ini. Tapi, kapan kita melakukan seperti itu? Karena itu, saudaraku yang hadir di bumi Arafah ini, hari ini adalah hari buat kita untuk bersyukur. Bisa jadi kita hadir di tempat ini bukan karena kesalehan kita. Kehadiran kita di sini mungkin karena ridlo Allah atas orang-orang yang kita sakiti yang mereka balas sakit hatinya dengan doa kemuliaan bagi kita. Mungkin kita berada di tempat ini berkat doa fakir miskin yang kita lempar dengan uang seratus rupiah tapi mereka menerimanya dengan ridlo dan memohon kepada Allah agar mengampuni kita.

Mungkin kita berada di tempat ini berkat doa para pembantu yang tidak pernah kita hargai jasa baiknya tetapi mereka sabar bangun malam dan meminta kita diberi hidayah. Mungkin kita berada ditempat ini karena doa orang tua kita yang tiada henti-hentinya agar memilik ianak yang saleh dan salehah, padahal begitu sering kita melukai hatinya. Atau, mungkin kita berada di tempat ini karena doa anak-anak kita yang sering dikecewakan contoh buruk yang kita lakukan sehingga mereka meminta kepada Allah agar memiliki orang tua yang saleh dan salehah. Tentunya tiada kebaikan yang mengantar kita ke tempat ini selain kemurahan Allah yang Maha Agung. Kita berutang banyak saudara-saudaraku sekalian.

Baiklah saudara-saudaraku sekalian. Tidak ada jalan bagi kita untuk menjadi sombong dan takabur dengan jamuan Allah di Arafah ini kecuali kita harus malu dan jujur kepada diri sendiri. Harta yang Allah titipkan kepada kita, tak jarang kita nafkahkan sekadar sisa dari uang jajan kita. Zakat enggan kita bayarkan. Sedekah bagi orang yang paling lusuh dengan cara yang paling memalukan. Bahkan, kita lebih suka membelikan barang-barang yang mahal untuk kita pamerkan kepada makhluk dari pada menafkahkan harta di jalan Allah untuk bekal kepulangan kita.

Lalu lihatlah bagaimana kita bersujud kepada Allah. Dari 24 jam satu hari Allah memberikan waktu kepada kita, sujud sering kita percepat. Bahkan, kalau perlu hampir kita tidak pernah ingat kepada Allah yang Maha Agung. Di manakah letak amal baik kita? Nikmat dari Allah tiada henti dan tiada putus. Sedangkan pengkhianatan kita tiada henti dan tiada terputus. Entah mengapa Allah memberi kesempatan kita berada di tanah Arafah ini? Rasanya lebih banyak orang yang lebih layak untuk dimuliakan Allah saat ini.

Saudara-saudaraku sekalian. Hari ini Allah menurunkan para malaikat di sekitar tenda. Sebagian para malaikat sudah menyaksikan aib-aib yang ada pada diri kita. Sebagian malaikat yang lain tahu secara persis siapa diri kita, ada yang mencatat kata-kata kita yang begitu jarang menyebut nama Allah. Lalu mereka tahu betapa banyaknya orang yang terluka hatinya, tercabik-cabik perasaannya. Allah maha tahu fitnah yang tersebar karena lisan kita selama ini, berapa banyak orang yang terjerumus ke dalam maksiat karena kita yangmenunjukkannya. Di antara malaikat yang hadir saat ini ada yang menyaksikan kita mendekati zina dengan mata kita, dengan lisan kita, karena tiada yang tersembunyi bagi Allah.

Sesungguhnya hari ini adalah hari yang paling malu bagi kita. Orang busuk seperti kita ini diberi kesempatan berada di tempat mulia, bahkan amal-amal yang paling tidak disukai Allah kita pun sering melakukannya. Kesombongan, ketakaburan adalah amal yang membuat iblis dilaknat oleh Allah selamanya. Tidak akan pernah selamat masuk surga orang yang di dalam hatinya ada takabur walau sebesar biji zarah. Lihatlah apa yang Allah titipkan bagi jalan kesombongan bagi kita. Otak kita dicerdaskan sedikit oleh Allah. Kita diberi kesempatan sekolah, kesempatan kuliah. Namun malah membuat kita jadi petentang-petenteng menganggap rendah orang tua kita yang pendidikannya tidak setinggi kita. Menganggap rendah pembantu kita yang pendidikannya tidak setinggi kita. Menganggap rendah orang lain yang tidak pernah mengenyam pendidikan setinggi kita. Padahal, demi Allah, saudara-saudaraku, otak ini adalah milik Allah. Jikalau Allah mengambil beberapa bagian saja, niscaya kita tidak bisa mengingat apa pun.

Sungguh! Gelar, pangkat adalah lambang kebodohan bagi orang-orang yang takabur. Malu kita ini mengapa diberi otak yang sulit mengenal Allah. Padahal, otak kita ini tunduk mengejar keagungan Allah. Kita diberikan harta yang cukup. Tapi kita sering tidak mempedulikan dari mana harta itu kita dapatkan. Yang haram kita ambil, hak orang lain kita tahan. Zakat lupa kita bayarkan. Kita lumuri diri kita dengan kenistaan. Naudzubilah min dzalik. Tapi kita bangga dengan kendaraan yang mewah, dengan rumah yang megah, dengan perhiasan. Padahal, sungguh, semua itu adalah sekadar titipan Allah, yang Allah juga berikan kepada makhluk-makhluk nista lainnya. Para penjahat, para pelacur, penzina, orang-orang yang durjana diberi dunia oleh Allah. Karena dunia ini bukan tanda kemuliaan bagi seseorang. Dunia adalah fitnah, cobaan bagi manusia. Sungguh malang bagi orang yang takabu dengan tempelan duniawi padahal Allah menghinakan seseorang dengan duniawi itu sendiri.

Saudaraku-saudaraku sekalian.Waspadalah sepulang dari tempat ini. Haji yang mabrur adalah haji yang merasa malu kepada Allah. Allah memberikan nikmat tiada henti. Kita jarang mensyukurinya bahkan kita mengkhianatinya. Allah yang Maha Agung, Allah yang Maha Perkasa, memberikan kesempatan kali ini kepada kita untuk mengubah sisa umur kita. Mungkin, mungkin kali ini adalah yang terakhir kali kita berada di tanah Arafah ini. Tidak ada jaminan kita tahun depan bertemu kembali ditempat ini. Tanah yang kita duduki ini akan menjadi saksi di akhirat nanti, Kita berangkat mengeluarkan harta, waktu, dan tenaga. Kita lalui jalan berjam-jam sampai tempat ini, tapi nikmat sekali. Itulah nikmat yang datang dari Allah. Nikmat adalah pengorbanan. Rasululah SAW mulia bukan karena apa yang dimilikinya, tapi karena pengorbanannya untuk umat. Harta yang dikorbankan, tenaga yang dikorbankan, waktu yang dikorbankan, perhatian yang dikorbankan, demi kemaslahatan umat. Sepulang dari sini tidak pernah akan bahagia kecuali orang yang paling menikmati berkurban untuk orang lain. Yakinkanlah bahwa apa pun yang kita miliki agar bermanfaat sebanyak-banyaknya bagi hamba Allah. Sebaik-baik manusia adalah orang yang banyak manfaatnya.

Saudaraku, percayalah bahwa kita tidak akan bahagia dengan mengumpulkan uang. Justru kebahagiaan datang dengan menafkahkan uang. Kita tidak bahagia dengan ingin ditolong orang lain. Kita bahagia justru dengan menolong orang lain. Kita tidak akan bahagia dengan dihormati orang lain, kebahagiaan hati kita dengan menghargai orang lain. Jadikanlah diri kita menjadi orang yang tidak pernah berharap apa pun selain dari Allah. Itulah kebahagiaan yang awal dari pelajaran kita. Yang kedua, ingatlah baik-baik. Kain ihram yang kita pakai ini, ternyata inilah yang menemani kita saat pulang nanti. Tidaklah harta, tidak pangkat, dan juga tidak jabatan. Semua itu adalah topeng sejenak saja yang tidak berharga sama sekali, kecuali penyandangnya memiliki rasa syukur dan takwa kepada Allah.

Saudaraku, sepulang dari tempat ini pastikan jangan sembunyi di balik jabatan. Jangan bersembunyi di balik penampilan yang bagus, jangan bersembunyi di balik rumah yang megah, jangan bersembunyi di balik gelar yang bertenteng. Tapi bersembunyilah di balik Allah. Harta, pangkat, dan jabatan tidaklah berharga kecuali orang yang bertakwa kepada-Nya. Sekuat-kuatnya jangan ubah yang Allah titipkan ini menjadi jalan kesombongan kita. Tiada yang dimuliakan oleh Allah, tiada satu pun yang diangkat derajatnya oleh Allah kecuali orang-orang yang tawadhu. Tiada seorang pun yang tawadhu di antara kamu semata-mata karena Allah, kecuali Allah akan meninggikan derajatnya. Oleh karena itu, sepulang dari sini pastikanlah menjadi orang yang paling rendah hati, yang tidak akan memamerkan topeng seperti ini. Kecuali, insya Allah, kemuliaan akhlak yang menjadi andalan bekal kepulangan dan kemuliaannya.

Dan yang ketiga, saudaraku sekalian, sepulang dari haji ini ingatlah baik-baik bahwa ternyata Allah menciptakan haji dengan pertemuan dari segala bangsa. Kulit hitam, mata sipit, yang tinggi, yang buruk, yang cacat; mereka semua adalah saudara kita. Terkadang kita merasa saudara karena darah, persaudaraan karena tempat, persaudaraan karena bangsa. Tapi kita lihat disini, saudara kita begitu banyak. Pepatah mengatakan satu musuh sudah mempersempit kehidupan kita, tapi memperbanyak teman tidak akan pernah cukup. Sebab, memperbanyak teman adalah memperbanyak saudara. Sesungguhnya orang yang beriman itu bersaudara. Orang-orang yang merasakan banyak saudara hidupnya akan lebih ringan. Kita berbelanja dengan harga yang mahal, kita bersyukur karena bisa menafkahi pedagang yang masih saudara kita sendiri. Kita naik kendaraan umum denganmembayar kelebihan, kita bahagia karena sudah memberikan bekal bagi keluarga keturunan para sopir saudara kita sendiri. Kita mendidik orang lain sehingga maju namun tidak berterima kasih tidak apa-apa karena mereka adalah saudara kita sendiri. Semakin banyak yang bisa kita bantu, Insya Allah semakin berbahagia dan ringan hidup kita ini.

Dan yang terakhir ingatlah baik-baik. Hari ini adalah penutup lembaran lama kita. Sudah terlalu lama hidup kita gunakan untuk mengkhianati Allah. Sudah terlalu banyak napas kita diisi lalai pada Allah. Sudah terlalu banyak keringat kita terkuras untuk menzalimi kebenaran, sudah terlalu banyak harta yang kita nafkahkan tidak dijalan Allah. Saudaraku sekalian, mau ke mana lagi. Hidup hanya sekali dan sebentar. Esok lusa mungkin malaikat maut sudah ada di hadapan kita.

Pastikan mulai saat ini, tekadkan dalam hati kita, ya Allah tiada tujuan dalam hidup kami selain Engkau. Tiada yang kami tuju selain pulang kepada-Mu, ya Allah. Dunia pasti kami tinggalkan, harta kami tinggalkan, keluarga kami tinggalkan. Kami ingin bisa berjumpa dengan-Mu, ya Allah. Tuntun dengan amal yang bisa membuat berjumpa dengan-Mu, ya Allah. Tingkatkan kepada kami segala bekal yang bisa membuat kami berjumpa dengan-Mu, ya Allah. Karuniakan segala nikmat yang bisa membuat kami bisa mensyukuri agar kami bisa berjumpa dengan-Mu. Bebaskan kami dari setiap harta dan kesibukan apa pun yang tidak bisa membuat kami berjumpa dengan-Mu. Barang siapa yang merindukan berjumpa dengan Allah, niscaya hari-hari yang dinanti adalah hari-hari pertemuan dengan Allah. Hari-hari yang diisi dengan bekal untuk pulang. Hidup di dunia adalah kesenangan yang menipu sejenak saja.



Read MorE...

Sign in Twitter

Twitter

Sign in to Twitter

If you’ve been using Twitter from your phone, click here and we’ll get you signed up on the web.

Create Your Account

Already using Twitter
from your phone? Click here.

Sign In Facebook

Welcome to Facebook

iklan

Support Palestine